Pengaruh Lemak Terhadap kesehatan

Selasa, 27 September 2011

Analisis Sperma (bahan laporan)

Analisa Sperma
PEMERIKSAAN ANALISA SPERMA

1. Penerangan dan cara penampungan sperma manusia
Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk memberikan penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut mengenai maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk menjelaskan cara pengeluaran dan penampungan sperma tersebut. Penerangan mengenai cara pengeluaran, penampungan dan pengiriman sperma ke laboraturium. Sebelum pemeriksaan dilakukan sebaiknya pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Melakukan abstinensia selam 3 – 5 hari, paling lama selama 7 hari.
b. Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus dikeluarkan di laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di laboraturium paling lambat 2 jam dari saat dikeluarkan.
c. Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang bersih dan steril ( jangan sampai tumpah ), Kemudian botol ditutup rapat-rapat dan diberi nama yang bersangkutan.
d. Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di serahkan pada petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus diperiksa sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak antara waktu 1-2 minggu. Analisis sperma sekali saja tidak cukup karena sering didapati variasi antara produksi sperma dalam satu individu.
e. Sperma dikeluarkan dengan cara : rangsangan tangan (onani/masturbasi), bila tidak mungkin dapat dengan cara rangsangan senggama terputus (koitus interuptus) dan jangan ada yang tumpah.
f. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik atau kondom.

1.1 Beberapa cara memperoleh sperma

a. Masturbasi / Onani
Cara ini merupakan methode yang paling dianjurkan untuk memperoleh sperma, biasanya dengan tangan (baik tangan sendiri maupun tangan istrinya) atau dengan suatu alat tertentu. Kebaikan cara ini menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung sperma, menghindari dari pencemaran sperma dengan zat-zat yang lain.

b. Coitus Interuptus ( CI )
Adalah melakukan persetubuhan secara terputus, hal ini kurang baik dianjurkan sebab :
 Memungkinkan sperma dapat tercampur dengan cairan vagina, sehingga banyak mengandung epitel, leukosit, eritosit, bakteri, parasit, jamur dll.
 Dalam jumlah penampungannya kurang, karena sperma sebagian dapat mesuk ke vagina. Disamping itu terjadi kesalahan pada pemeriksaan PH dan konsentrasi.

c. Coitus Condomatosus
Pengeluaran sperma dangan cara ini dilarang dan sangat tidak diperkenankan. Karena sebagian besar karet kondom mengandung bahan spermiacidal, yaitu bahan yang dapat mematikan sperma

d. Reflux poscital
Adalah suatu cara Coitus dimana setelah sperma keluar dan masuk kevagina, sperma tersebut dibilas demga pz atau cairan lainnya. Hal ini akan timbul kekeliruan dalam volume konsentrasi dan viskositas.

e. Massage prostat
Adalah suatu cara pengeluaran dengan cara memijat kelenjar prostat lewat rectum, disini jelas akan timbul kekeliruan dalam penafsiran pH, konsentrasi dan sebagainya yang keluar adalah cairan prostat.
Jadi cara memperoleh sperma yang paling baik adalah dengan onani meskipun faktor psikis ada pengaruhnya. Hal ini dapat terjadi pada orang desa, orang tertentu yang tidak bisa melakukan onani atau orang yang tidak mengerti tentang onani.
Biasanya orang kota lebih gampang dari pada orang desa, orang muda lebih mudah dari pada orang tua, orang yang tidak di sunat lebih gampang daripada orang yang di sunat, juga pengaruh religius.
Cara memperoleh sperma sebagai pilihan kedua adalah dengan cara Coitus Interuptus bila alasan religius cara pertama tidak memungkinkan.


1.2 Tempat Penampung Sperma

Sebenarnya semua alat boleh dipakai asalkan tempat tersebut tidak mengandung spermatotoxic. Sperma sangat tidak dianjurkan ditampung pada tempat-tempat yang terbuat dari :
1. Logam, sebab logam bisa mengganggu muatan listrik dan sperma, sehingga pergerakannya tergaggu.
2. Plastik sebab plastik umumnya mengandung gugus fenol (C6H5OH) sehingga sperma akan rusak.
Pada umumnya tempat yang digunakan menampung sperma terbuat dari gelas yang bersih . tidak mengandung spermatotoxic. Tetapi sperma dilarang ditempat yang terbuat dari :
» Tempat penampung sperma dianjurkan ditampung pada tempat yang terbuat dari bahan yang tidak bereaksi apa-apa.
» Tempat penampung sperma harus bermulut lebar supaya muat pada penis.
» Tempat diberi penutup agar tidak terkontaminasi
» Ukuran tempat penampung sperma 50 ml – 100 ml.

2. Pelaksanaan Analisa Sperma
Spermiogram memuat data-data tentang :
1. Volume sperma.
2. Bau.
3. pH
4. Warna.
5. Liquefaction.
6. Viskositas.
7. Aglutinasi.
8. Jumlah sperma / lapangan pandang.
9. Pergerakan spermatozoa.
10. Leucocyte.
11. Fruktosa.



2.1. Analisa sperma Secara Makroskopis
Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan ini akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20 menit. Peristiwa ini dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction).
Liquefaction terjadi karena daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim. Pemeriksaan makroskopis antara lain meliputi :

a. Pengukuran Volume
Dilakukan setelah sperma mencair, cara kerja :
ξ Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut lebar untuk sekali ejakulasi
ξ Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml.
ξ Kemudian baca hasil.
Volume normal sperma belum jelas sampai sekarang, disebabkan lain bangsa lain volume. Bagi orang indonesia volume yang normal 2 – 3 ml. Volume yang lebih dari 8 ml disebut Hyperspermia, Sedangkan yang kurang dari 1 ml disebut Hypospermia.

Hypospermia disebabkan oleh :
 Ejakulasi yang berturut-turut
 Vesica seminalis kecil ( buntu cabstuksi )
 Penampung sperma tidak sempurna

Hyperspermia disebabkan oleh :
 Kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis terlalu giat.
 Minum obat hormon laki – laki.

Kesan volume ini menggambarkan kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis.

b. PH
Sperma yang normal tidak banyak berbeda dengan pH darah, untuk mengukur pH cukup dengan menggunakan kertas pH kecuali dalam satu penelitian dapat digunakan pH meter. Cara kerjanya :
Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang terdapat dalam botol penampung, baca hasil. Sperma yang normal pH menunjukan sifat yang agak basa yaitu 7,2 – 7,8. pengukuran sperma harus segera dilakukan segera setelah sperma mencair karena akan mempengaruhi pH sperma. Juga bisa karena sperma terlalu lama disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidak dihasilkan amoniak ( terinfeksi oleh kuman gram (-), mungkin juga karena kelenjar prostat kecil, buntu, dan sebagainya.
pH yang rendah terjadi karena keradangan yang kronis dari kelenjar prostat, Epididimis, vesika seminalis atau kelenjar vesika seminalis kecil, buntu dan rusak.

c. Bau Sperma
Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik, untuk mengenal bau sperma, seseorang harus telah mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Sekali seorang telah mempunai engalaman, maka ia tidak akan lupa akan bau sperma yang khas tersebut. Baunya Sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat.


Cara pemeriksaannya :
ξ Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium baunya
ξ Dalam laporan bau dilaporkan : khas / tidak khas
Dalam keadaan infeksi sperma berbau busuk / amis. Sacara biokimia sperma mempunyai bau seperti klor / kaporit.

d. Warna sperma
Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa kekeruhan, sperma yang normal biasanya berwarna putih keruh seperti air kanji kadang-kadang agak keabu-abuan. Adanya lekosit yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan warna sperma menjadi putih kekuningan. Adanya perdarahan menyebabkan sperma berwarna kemerahan.
Cara kerja :
Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar belakang warna putih menggunakan penerangan yang cukup.

e. Liquefection
Liquefaction dicheck 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan). Dapat dilihat dengan jalan melihat coagulumnya.
Bila setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat ada gangguan (semininnya jelek).
Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin :
Tak mempunyai coagulum oleh karena saluran pada kelenjar vesica seminalis buntu atau memang tak mempunyai vesika seminalis.

f. Viskositas (Kekentalan)
Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likuifaksi sperma sempurna. Pemeriksaan viskositas ini dapat dilakukan dengan dua cara :

 Cara subyektif
Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian ditarik maka akan terbentuk benang yang panjangnya 3 – 5 cm. Makin panjang benang yang terjadi makin tinggi viskositasnya.


 Cara Pipet Elliason
Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering. Mengukur vikositas dengan menggunakan pipet elliason. Prosedurnya cairan sperma dipipet sampai angka 0,1, kemudian atas pipet ditutup dengan jari. Setalah itu arahkan pipet tegak lurus dan stopwath dijalankan, jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan hitung waktunya dengan detik. Vikositas sperma normal < 2 detik. Semakin kental sperma tersebut semakin besar vikositasnya. Hal ini mungkin disebabkan karena :
- Spermatozoa terlalu banyak
- Cairannya sedikit
- Gangguan liquedaction
- Perubahan komposisi plasma sperma
- Pengaruh obat-obatan tertentu.

g. Fruktosa Kualitatif
Fruktosa sperma diproduksi oleh vesica seminalis. Bila tidak didapati fruktosa dalam sperma, hal ini dapat disebabkan karena
- Azospermia yang disebabkan oleh agenesis vas deferens
- Bila kedua duktus ejakulatorius tersumbat
- Kelainan pada kelenjar vesika seminalis
Cara pemeriksaan fruktosa :
- 0.05 ml sperma + 2 ml larutan resolsinol ( 0.5 % dalam alkohol 96% ) campur sampai rata.
- Panaskan dalam air mendidih 5 menit.
- Bila sperma mengandung fruktosa maka campuran diatas menjadi merah coklat atau merah jingga.
- Bila tidak ada fruktosa maka tidak menjadi perubahan warna.
Pemeriksaan fruktosa kualitatif ini harus merupakan pemeriksaan rutin pada sperma azoospermia

2.2 Analisa Sperma Secara Mikroskopik

Sebelum pemeriksaan mikroskopik, sperma tersebut harus diaduk dengan baik, untuk pemeriksaan mikroskopik maka 1 tetes sperma, diameter sekitar 2 – 3 mm, diletakan diatas gelas objek yang bersih dan kemudian ditutup dengan gelas penutup, Setelah itu siap di periksa dibawah pembesaran 100 X atau 400-600 X.

1. Jumlah Sperma Perlapang Pandang / Perkiraan densitas sperma
Sebelum menentukan atau menghitung konsentrasi sperma perlu dilakukan perkiraan kasar jumlah sperma agar dapat menentukan prosedur pengenceran yang akan digunakan dan untuk mempersiapkan sediaan apus untuk analisis morfologi.
Cara Pemeriksaanya :
- Diaduk sperma hingga homogen
- Diambil 1 – 3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass lalu ditutup dengan cover glass(ukuran standar)
- Kemudian dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 X
- Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang pandang
Misalnya dihitung berturut-turut : lapang pandang
I = 10 Spermatozoa
II = 5 Spermatozoa
III = 7 Spermatozoa
IV = 8 Spermatozoa
Disini dalam laporan dituliskan terdapat 5 – 10 spermatozoa perlapang pandang. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 5 – 10 juta/ml
Kalau spermatozoanya banyak dihitung perkwadran (1/4 lapang pandang)
Misalnya ¼ Lapang pandang = 50 spermatozoa, jadi perlapang pandang 200 spermatozoa. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 200 juta/ml
Kalau dilihat perlapang pandang didapatkan nol spermatozoa maka tidak usah dilakukan pemeriksaan konsentrasi, jadi disini menghemat tenaga dan reagensia, bila didapatkan nol spermatozoa disebut Azoospermia.
Azoospermia dapat disebabkan oleh karena :
- Testisnya kecil atau rusak
- Salurannya testis buntu (obstruksi)
- Vasectomy bila diperlukan untuk check up
Apabila Azoospermia, ini menggambarkan operasi vasectomy tersebut berhasil dan ini sangat menggembirakan pasien
- Over dosis Androgen dan corticosteroid

2. Pergerakan Sperma
Pada pemeriksaan perlapang pandang sekaligus kita memeriksa pergerakan spermatozoa dalam memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya diperiksa setelah 20 menit karena dalam waktu 20 menit sperma tidak kental sehingga spermatozoa mudah bergerak akan tetapi jangan lebih dari 60 menit setelah ejakulasi sebab dengan bertambahnya waktu maka :
- spermatozoa akan memburuk pergerakannya.
- pH dan bau mungkin akan berubah .
spermatozoa yang bergerak baik adalah gerak kedepan dan arahnya lurus, gerak yang kurang baik adalah gerak zig-zag, berputar-putar dan lain-lain
- Jangan sekali-kali menyebut spermatozoa itu mati yang betul adalah spermatozoa tidak bergerak
- Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (20OC - 25 OC).

Perhitungan :
Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian dihitung yang bergerak kurang baik, lalu yang bargerak baik misal :
- yang tidak bergerak = 25%
- yang bergerak kurang baik = 50%
- yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25%
Prosentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat (umumnya kelipatan 5 misalnya : 10%,15%, 20%)
Kalau sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma (banyaknya sperma yang hidup) sebab sprermatozoa yang tidak bergerakpun kemungkinan masih hidup.

Sebab menurunnya motilitas spermatozoa
 Dilakukan pemeriksaan yang terlalu lama sejak sperma dikeluarkan.
 Cara penyimpanan sampel yang kurang baik.


3. Perhitungan Jumlah Sperma
Perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan mengunakan metode hemositometer atau ”electronic coulter counter”. Metode hemositometer lebih sering digunakan untuk sperma yang mempunyai perkiraan spermatozoa yang sangat rendah (misalnya 10 juta/ml) atau pemeriksaan sperma yang memerlukan penentuan jumlah dengan segera. Metode hemositometer ini dipergunakan di sebagian besar negara.
Sperma yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1 :10, 1:20,1:50,atau 1:100 tergantung pada perkiraan jumlah spermatozoa yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagai pengencer berisi 50 gr NaHCO3, 10 ml 35% formalin, 5 ml cairan gentian violet pekat dan aquadestilita sampai 1000 ml. Pewarnaan tidak diperlukan bila dipergunakan mikroskop fase kontras. Perlu digunakan 2 pengenceran untuk setiap sperma. Meskipun sering digunakan pipet leukusit tidak cukup tepat untuk digunakan sebagai alat pengenceran dan karena itu disarankan sebagai alat pengenceran dipergunakan pipet mikro modern (10, 50, 100 atau 200ul). Sperma yang diencerkan harus diaduk lebih dahulu dan segera dipindahkan ke hemositometer (kamar hitung Neubauer) yang telah ditutup dengan gelas penutup.
hemositometer ini diletakan kamar lembab selama 15 menit sampai 20 menit agar semua sel mengendap kemudian dihitung dibawah mikroskop cahaya atau mikroskop fase kontras dan pembesaran 100 atau 100X spermatozoa (sel benih yang matang yang mempunyai ekor yang dihitung). Perbedaan antara jumlah sperma dari kedua pengenceran tadi tidak boleh lebih dari 10 % pada sperma yang mempunyai densitas rendah atau 20% pada sperma yang mempunyai densitas tinggi (> 60 juta/ml).
Perlu dipahami bahwa yang disebut konsentrasi sperma adalah jumlah spermatozoa/ml sperma. Sedangkan jumlah spermatozoa total ialah jumlah spermatozoa dalam ejakulat.
Prosedur perhitungan spermatozoa dengan menggunakan hemositometer (kamar hitung Neubauer) adalah sebagai berikut :
Hitung jumlah sperma dengan objek 40 x pada daerah leukosit, cukup satu bidang saja (tidak perlu 4 bidang)

Kamar hitung Neubeur untuk menghitung spermatozoa

Perhitungan :
Luas = 1 mm2
Tinggi = 0,1 mm
Vol = 0,1 mm3
Jumlah sperma dalam 1 mm3 = 1/0,1 X pengenceran X N
= 10 X N X pengenceran
= 10 N X Pengenceran /mm3
Jumlah spermatozoa / cc = 10 N X Pengenceran x 1000

N = Jumlah sperma yang dihitung dalam kotak W

4. Morfologi
Pemeriksaan morfologi berdasarkan kepala dari spematozoa dapat dilakukan dengan cara :
Membuat preparat hapusan diatas obyek glass keringkan selama 5 menit, lalu di fixasi dengan larutan metilalkohol selama 5 menit, kemudian selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan larutan giemsa, wright, atau zat warna yang lain menurut kesukaan sendiri.
Bentuk Normal :
 Bentuk oval



Bentuk spermatozoa abnormal :
 Bentuk Piri ( Seperti buah pir )




 Brntuk terato ( tidak beraturan dan berukuran besar )




 Bentuk lepto ( ceking )





 Bentuk Mikro ( Kepala seperti jarum pentul )






 Bentuk Strongyle ( seperti larva stongyloides )






 Bentuk Lose Hezel ( Tanpa kepala )



 Bentuk Immature ( spermatozoa belum dewasa, terdapat cytoplasmic )


Cytoplasmic droplet

Arti klinik
1. Banyak kepala normal / oval berarti fungsi testis baik
2. banyak bentuk bukan oval fungsi testis jelek
3. banyak sel imatur, epidemis banyak gangguan.
Misalnya : radang varicocle atau abstinensia seksualitasnya kurang lama.

5. Lekosit
Leukosit di laporkan per lapang pandang seperti halnya dalam sedimen urin, misalnya 3 – 8 perlapang pandang. Jumlah lekosit yang besar erat hubunganya dengan infeksi organ – organ spermiogenesis.

2.3. Analisa Sperma Secara Kimia
Pemeriksaan kimia terbatas pada perhitungan kadar fruktosa, nilai normal fruktosa adalah : Fruktosa tersebut berasal dari vesiculze Seminalis
Cara pemeriksaan Fruktosa :

Regensia :
1. Larurtan Ba(OH)2 0,3N
2. Larutan Zn SO4 0,175M
3. Larutan Resorcinol 0,1% dalam 100ml alkhohol 95%.
4. Standar fruktosa stock 50 mg fruktosa larut dalam 100 ml asam benzoat 0,2 %
Standar fruktosa 1 ml standar fruktosa stock diencerkan dengan H2O 100ml.
Konsentrasi 200 mg fruktosa / dalam mani.

Prosedur Kerja
1. Lakukan diproteinsasi mani yang akan diperiksa dengan terlebih dahulu mengencerkan 0.1 ml mani dengan 2.9 ml air. Kemudian tambah 0.5 ml larutan Ba(OH)2 campur tambahan 0.5 ml Zn SO4. kemudian dicentrifuqe.
2. Sediakan 3 tabung , satu tabung Tt (test) S (standar) dan B (banko)
Tabung T diisi 2 ml cairan pada langkah 1
Tabung S diisi 2 ml sebagai fruktosa
Tabung B diisi 2 ml aquadest
3. Ketiga tabung ditambah masing - masing 2 ml recorcinol dan 6 ml HCl
4. Campur isi tabung, panasi dalam weter bath 900 C selama 10 menit
5. Baca aboubusi T terhadap S pada 490 mm dengan spektrofotometer
6. Hitung kadar fruktosa dengan rumus AT / AS x 200 = mg/dl
Kadar Fruktosa sperma normal : 120 – 450 mg/dl


3. Interprestasi Hasil Analisa Sperma

ISTILAH Jumlah
Spermatozoa
(juta/ml) Motil
Normal
(%) Morfologi
Normal
(%)
1 Normozoospermia > 20 > 80 > 50
2 Oligozoospermia < 20 > 50 > 50
3 Ekstrim Oligozoospermia < 50 > 50 > 50
4 Asthenozoospermia > 20 < 50 > 50
5 Teratozoospermia > 20 > 50 < 50
6 Oligo Asthenozoospermia < 20 < 50 > 50
7 Oligi Astheno Teratozoospermia < 20 < 50 < 50
8 Oligo Teratozoospermia < 20 > 50 < 50
9 Astheno Teratozoospermia > 20 < 50 < 50
10 Polizoospermia > 250 > 50 > 50
11 Azoospermia Bila tidak ada spermatozoa dalam cairan sperma
12 Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup
13 Aspermia Tidak ada cairan semen yang keluar saat ejakulasi


sumber : http://infoanalis.blogspot.com/2009/01/analisa-sperma.html

Analisis Sperma pada Infertilitas Pria
Sekitar 10% dari pasangan suami-istri mengalami infertilitas 1,2,3,4. Faktor peyebab infertilitas berasal dari suami, istri, atau keduanya. Faktor lain dari kedua belah pihak sebesar 30--40%. Menurut penelitian yang dilakukan Lim dan Ratnam, faktor penyebab yang berasal dari suami sebesar 33%, sedangkan hasil penelitian WHO pada 1989 sebesar 40%. Penelitian yang dilakukan Arsyad terhadap 246 pasangan infertil di Palembang menunjukkan infertilitas yang disebabkan faktor pria sebesar 48,4%2.
Laboratorium klinik sangat berperan dalam diagnosis dan penatalaksanaan pria infertil1. Pemeriksaan laboratorium yang merupakan tulang punggung laboratorium andrologi dan laboratorium rumah sakit atau Assisted Reproductive Technology (ART) adalah analisis sperma dan pemeriksaan hormon1,3,4.
Analisis sperma dipakai untuk diagnosis evaluasi pre/post terapi medikal maupun surgikal infertilitas pria. Analisis sperma dipakai juga di laboratorium forensik guna penanggulangan kasus perkosaan, kasus penolakan orangtua terhadap bayinya, dan untuk menyaring pengaruh bahan racun/obat yang toksik pada organ reproduktif. Saat ini, banyak diminta pemeriksaan DNA untuk penanggulangan perkosaan4.
Dibukanya pusat-pusat pendidikan spesialis andrologi di beberapa universitas di Indonesia menghasilkan produk spesialis andrologi. Jumlah lulusannya meningkat, terutama di kota-kota besar. Keberadaan dokter spesialis ini memerlukan pengembangan pelayanan laboratorium klinik, khususnya bidang analisis sperma untuk melayani kebutuhannya. Dengan demikian, pada masa mendatang diramalkan permintaan analisis sperma akan meningkat.
Penulisan makalah ini bertujuan mencari kejelasan metode yang dipakai pada analisis sperma dan bagaimana strategi penggunaan analisis sperma, baik laboratorium analisis sperma rutin maupun laboratorium khusus untuk penatalaksanaan ART.
Definisi
Sebelum membahas lebih jauh mengenai peranan analisis sperma pada infertilitas pria, perlu dipahami dulu definisi dan pengertian dasar infertilitas. Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan bayi hidup serta kemampuan suami menghamilkannya3. Pasangan infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologik yang tidak menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup2,3. Pasangan suami istri disebut infertilitas primer jika istri belum berhasil hamil walaupun bersanggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut3. Disebut pasangan infertilitas sekunder jika istri pernah hamil, akan tetapi tidak berhasil hamil lagi walaupun bersanggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut2,3. Adapun infertilitas idiopatik adalah bentuk infertilitas, yang setelah pemeriksaan lengkap kedua pasangan dinyatakan normal, dan ditangani selama 2 tahun tidak juga berhasil hamil. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan dasar infertilitas, HSG, uji pasca-sanggama, laparoskopi berikut hidrotubasi, dan sekurang-kurangnya 2 kali analisis sperma.
Kenyataan idiopatik pada tahap klinik ini dipertegas lagi dengan serangkaian uji imunologik dan uji fertilisasi in vitro (FIV) atau uji fertilisasi in vivo (secara TAGIT). Jika dengan cara-cara terakhir ini tetap gagal dan analisis sitogenetik dari gamet yang gagal difertilisasi atau zigot yang gagal berkembang menunjukkan hasil yang normal, maka keadaan inilah yang dikatakan sebagai keadaan idiopatik yang sesungguhnya3.
Kemajuan andrologi juga mempermudah klasifikasi penyebab infertilitas pria. Penyebab infertilitas pria diklasifikasikan berdasarkan gangguan produksi sperma, gangguan fungsi sperma, gangguan transportasi sperma, dan penyebab idiopatik2,6. Gangguan produksi sperma bisa terjadi pratestis, misalnya hipogonadisme, kelebihan estrogen, kelebihan androgen, kelebihan glukokortikoid, dan hipotiroidisme. Bisa terjadi pula di daerah testis, misalnya gangguan maturasi, hipospermatogenesis, sindroma sel sertoli, sindroma Klinefelter, kriptorkidisme, orkhitis, dan lain-lain. Kelainan di luar organ testis seperti varikokel dan hidrokel menyebabkan gangguan produksi sperma2.
Sebab infertilitas pria yang lain adalah gangguan fungsi sperma. Keadaan ini bisa disebabkan adanya pyospermia, hemospermia, adanya antibodi anti sperma, nekrozoospermia, dan astenozoospermia2,6.
Selain hal tersebut, infertilitas pria bisa disebabkan oleh gangguan transportasi sperma, antara lain kelainan anatomi dari saluran-saluran yang dilewati sperma. Kelainan anatomi itu bisa berupa agenesis vas deferens maupun vesika seminars, hipospadia dan epispadia, obstruksi vas deferens/epididimis yang bisa disebabkan TB epididimis, gonokokal epididimis, pasca trauma, klamidial epididimis, serta mikoplasma epididimis. Kelainan anatomi didapat bisa karena tindakan vasektomi2,6.
Pemeriksaan Laboratorium Analisis Sperma
World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan petunjuk laboratorium analisis sperma sejak 1980. Kemudian dilakukan perbaikan edisi pada 1987 dan 1992. Edisi terbaru adalah edisi keempat tahun 1999. Pada edisi terakhir ini diperkenalkan prosedur laboratorium analis sperma standar untuk menetapkan diagnosis pria infertil, pengembangan pelayanan inseminasi buatan, pengembangan penelitian dan kemungkinan kontrasepsi pria, kemungkinan efek samping dari toksin maupun polutan lain, serta kedokteran forensik8.
Petunjuk laboratorium analis sperma edisi terbaru WHO 1999 sangat diperlukan karena berguna dalam pengembangan andrologi. Di dalamnya memuat jaminan kualitas pemeriksaan laboratorium yang ditingkatkan, pengembangan tes fungsi sperma, pemeriksaan semen otomatis, keberhasilan uji-coba WHO pada metode hormonal untuk kontrasepsi pria, perhatian terhadap toksin di lingkungan sekitar yang menyebabkan gangguan fertilitas pria berupa penurunan jumlah sperma dan frekuensi gangguan saluran kelamin, diakuinya penyebab genetik pada infertilitas pria, dan pengembangan besar pada menejemen infertilitas pria dengan infra cyloplusmic sperm injection (ICSI) 8.
Petunjuk laboratorium analisis sperma WHO 1999 secara umum berisi tentang: (1) Prosedur standar pemeriksaan semen yang meliputi deskripsi plasma semen, konsentrasi sperma, motilitas, morfologi, hitung sel selain sperma, dan tes antibodi yang melapisi sperma; (2) Jenis-jenis tes pilihan yang tidak rutin dilakukan, tetapi tergantung kebutuhan; (3) Jenis tes riset yang digunakan dalam laboratorium riset andrologi; (4) Garis besar teknik-teknik memisahkan sperma; (5) Cara melakukan kontrol kualitas laboratorium andrologi; (6) Metode yang lebih detail tentang tes interaksi mukus servikalis dengan sperma; (9) Tambahan-tambahan tentang nilai rujukan analisis sperma, petunjuk teknik pewarnaan sperma, persiapan tes immunobead, dan biokimia semen.
Perubahan besar dan modifikasi yang ada pada petunjuk laboratorium analisis sperma WHO 1999 ini adalah: Pertama, tentang kesalahan penghitungan dari aspek statistik (statistical aspects of counting errors). Saat ini direkomendasikan penghitungan 200 sperma dua kali untuk menghitung konsentrasi sperma, motilitas, dan morfologi. Dengan adanya peningkatan jumlah sperma yang dihitung (sebelumnya 100 sperma), akan memperbaiki akurasi hasil pemeriksaan. Kedua, tentang penghitungan motilitas sperma berdasarkan bergerak tidaknya dan kecepatan sperma bergerak. Diketahui panjang kepala sperma 5 ìm dan panjang ekor sperma 50 ìm. Jika sperma bergerak dengan kecepatan 5 kali panjang kepala sperma atau setengah kali panjang ekor sperma maka diperkirakan kecepatan sperma adalah 25 ìm/detik. Metode ini memiliki reprodusibilitas yang lebih baik daripada metode yang direkomendasikan sebelumnya8. Ketiga, tentang perubahan penilaian morfologi sperma yang lebih sederhana. Sebelumnya analisis harus mengidentifikasi dan menghitung bentuk-bentuk abnormal sperma selain bentuk normalnya. Saat ini hanya menentukan bentuk normal dan abnormal, tanpa harus menghitung detail dari bentuk-bentuk abnormal sperma. Keempat, tentang kontrol kualitas analisis sperma. Kontrol kualitas analisis sperma diperlukan untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan sistematik serta variabilitas yang tinggi. Aktivitas kontrol kualitas disiapkan dengan satu laboratorium rujukan sebagai kontrol kualitas interna. Penetapan kualitas eksterna didasarkan pada hasil evaluasi sampel yang sama yang dievaluasi di beberapa laboratorium.
Pengambilan Sampel
Sebelum diambil, penderita diberi penjelasan tertulis tentang tatacara pengumpulan dan membawa semen ke tempat pemeriksaan. Semen diambil setelah abstinensi sedikitnya 48 jam dan tidak lebih lama dari tujuh hari. Nama, masa abstinensi, dan waktu pengambilan dicatat pada formulir yang dilampirkan pada setiap semen yang akan dianalisis. Untuk evaluasi awal, dilakukan pemeriksaan dua sediaan. Waktu antara kedua pemeriksaan tersebut bergantung pada keadaan setempat, tetapi tidak boleh kurang dari tujuh hari atau lebih dari tiga bulan. Semen diantar ke laboratorium dalam waktu satu jam sesudah dikeluarkan. Semen sebaiknya diperoleh dengan cara masturbasi dan ditampung dalam botol kaca bermulut lebar. Semen dilindungi dari suhu yang ekstrim selama pengangkutan ke laboratorium (suhu antara 20—400C) 4,7.
Makroskopik
Pertama kali sampel semen datang di laboratorium dilakukan pemeriksaan makroskopik. Semen normal tampak berwarna putih kelabu dan berbau seperti bunga akasia pada pagi hari11. Semen yang berbau busuk diduga disebabkan oleh suatu infeksi2,11. Dalam keadaan normal, semen mencair (liquefaction) dalam 60 menit pada suhu kamar. Dalam beberapa kasus pencairan tidak terjadi secara sempurna dalam 60 menit2,6. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada fungsi kelenjar prostat11. Untuk itu, semen segera diperiksa setelah pencairan atau dalam waktu satu jam setelah ejakulasi4.
Setelah diamati penampilannya, dilanjutkan dengan pengukuran volume semen. Volume semen diukur dengan gelas ukur atau dengan cara menghisap seluruh semen ke dalam suatu semprit atau pipet ukur. Nilai normal >/2,0 ml2,6. Jika volume semen terlalu sedikit maka tidaklah cukup untuk menetralkan keasaman suasana rahim. Dengan demikian, sperma yang berada di rongga rahim akan segera mati sehingga kehamilan tidak terjadi11. Volume dianggap abnormal jika semen < 2,0 ml.
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan melihat konsistensinya. Untuk mengetahui konsistensi semen diukur dengan dua cara. Semen yang ada pada semprit diteteskan dari ujung jarum. Jika terjadi gangguan konsistensi maka tetesan membentuk benang yang panjangnya lebih dari 2 cm. Konsistensi juga diukur dengan cara memasukkan tangkai kaca ke dalam semen, kemudian mengamati benang yang terbentuk pada saat tangkai kaca tersebut dikeluarkan. Panjang benang > 2 cm dikatakan abnormal2,4,6. Semen yang terlalu encer maupun terlalu kental kurang baik bagi sperma. Pada semen yang mempunyai konsitensi tinggi, kecepatan gerak sperma akan terhambat. Dengan demikian, akan mengurangi kesuburan pria tersebut. Sebaliknya, semen yang terlalu encer biasanya mengandung jumlah sperma yang rendah sehingga kesuburan juga berkurang11.
Pemeriksaan makroskopik yang lain adalah pemeriksaan pH semen tersebut. Cara mengukur pH semen relatif mudah. Setetes semen disebarkan secara merata di atas kertas pH. Setelah 40 detik, warna daerah yang dibasahi akan merata, kemudian dibandingkan dengan kertas kaliberasi untuk dibaca pH-nya. pH semen normal yang diukur dalam waktu satu jam setelah ejakulasi berada dalam kisaran 7,2 sampai 7,8. Jika pH lebih besar dari 7,8 maka dicurigai adanya infeksi. Sebaliknya, jika pH kurang dari 7 pada semen azoospermia, perlu dipikirkan kemungkipan disgenesis vas deferens, vesika seminal, atau epididimis2,6,9.
Mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik, semen diperiksa morfologi, motilitas, jumlah sperma, adanya sel-sel bukan sperma, dan aglutinasi sperma. Motilitas sperma diperiksa dengan beberapa cara. Dalam beberapa tahun, telah diperkenalkan beberapa cara pemeriksaan ciri gerak sperma manusia yang objektif, termasuk pemotretan jangka waktu (time exposure) dan mikrografi komputer yang menggunakan kamera video serta cara-cara menggunakan teknologi laser7.
Cara klasifikasi sederhana yang biasa dipakai adalah bahan semen satu tetes dibubuhkan pada slide dan ditutup dengan gelas penutup. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop biasa, pembesaran 400 kali, kondensor diturunkan, cahaya minimal, atau memakai mikroskop fase kontras. Pemeriksaan dilakukan pada suhu kamar4.
Lapangan pandang diperiksa secara sistematik dan motililas sperma yang dijumpai dicatat. Kategori yang dipakai untuk mengklasifikasi motilitas sperma disebut (a), (b), (c), (d), dan didefinisikan sebagai berikut1,3,22: Kategori (a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka. Kategori (b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus. Kategori (c) jika tidak bergerak maju. Kategori (d) jika sperma tidak bergerak. Biasanya empat sampai enam lapangan pandang yang diperiksa untuk memperoleh seratus sperma secara berurutan yang kemudian diklasifikasi sehingga menghasilkan persentase setiap kategori motilitas. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang dengan tetesan sperma kedua yang diperlakukan dengan tatacara sama.
Pemeriksaan mikroskopik berikutnya adalah memeriksa jumlah sperma. Pemeriksaan dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara kasar dan penghitungan dalam kamar hitung. Penentuan secara kasar dilakukan dengan menghitung jumlah spermatozoa rata-rata pada beberapa lapangan pandang pembesaran objektif 40 kali, kemudian mengalikan angka tersebut dengan 106. Jika ada 40 sperma/lapangan maka jumlah sperma secara kasar kira-kira 40 juta/ml2,4,6.
Setelah menghitung jumlah sperma secara kasar, dilanjutkan pemeriksaan selular yang bukan sperma. Elemen bukan sperma juga dilihat antara lain sel epitel gepeng dari saluran uretra, sel spermatogenik, dan lekosit. Jumlah sel tersebut ditaksir dalam setiap lapangan pandangan pada sediaan basah seperti penghitungan jumlah sperma4.
Jika jumlah sel tersebut melebihi 1 juta/ml atau satu setiap lapangan pandangan dengan pembesaran objektif 40 kali, dilakukan pemulasan khusus untuk membedakan antara lekosit yang peroksidase positif dengan sel lain. Jika lekosit lebih dari 1 juta/ml mungkin perlu pemeriksaan untuk menentukan apakah orang tersebut menderita infeksi. Walaupun tidak ada sel lekosit, tidak mengesampingkan kemungkinan infeksi4.
Pada pemeriksaan mikroskopik berikut diperiksa adanya aglutinasi. Aglutinasi sperma berarti bahwa sperma motil saling melekat kepala dengan kepala, bagian tengah dengan bagian ekor, atau campuran bagian tengah dengan bagian ekor. Melekatnya sperma yang tidak motil atau motil pada benang mukus atau pada sel bukan sperma tidak boleh dicatat sebagai aglutinasi. Adanya aglutinasi merupakan petunjuk, tetapi bukan pasti akan adanya faktor imunologi sebagai penyebab infertilitas. Aglutinasi tidak tergantung banyaknya. Beberapa kelompok kecil sperma yang beraglutinasi sudah dianggap positif. Adanya aglutinasi pada analisis sperma perlu dikonfirmasi dengan uji imunologi MAR4.
Uji Biokimiawi
Uji biokimiawi dilakukan bila ada kelainan mikroskopik dan makroskopik. Uji biokimia menunjuk kepada fungsi kelenjar asesori, yaitu asam sitrat, gamma glutamil transpeptidase, dan fosfatase asam untuk kelenjar prostat. L. karnitin bebas dan alfa glukosidase untuk epididimis. Kadar petanda atau petanda khas yang rendah menggambarkan fungsi sekresi yang kurang baik, sehingga hal tersebut dipakai untuk menilai fungsi kelenjar asesori laki-laki. Suatu infeksi menyebabkan penurunan sekresi yang besar, tetapi nilai yang diperoleh untuk berbagai petanda masih dalam kisaran nilai normal yang besar. Suatu infeksi juga menyebabkan kerusakan pada epitel sekresi sehingga walaupun telah diberi pengobatan, kemampuan sekresi tetap rendah4,7,9.
Uji biokimiawi semen untuk menilai kemampuan sekresi prostat adalah mengukur kadar seng dan asam sitrat. Sekret kelenjar prostat merupakan bagian yang meliputi 15%-30% dari volume total semen. Sekret kelenjar prostat tidak berwarna, bening, dan bersifat asam lemah (pH 6,5), mengandung banyak sekali asam sitrat serta fosfatase asam11. Kadar seng dan asam sitrat memberi ukuran yang bisa dipercaya tentang sekresi kelenjar prostat. Antara seng, asam sitrat, dan asam fosfatase ditemukan korelasi yang baik, tetapi untuk kemudahannya hanya dua uji pertama yang sering dipakai7,9.
Selain pengukuran sekresi prostat, perlu juga dilakukan pemeriksaan kemampuan sekresi vesika seminal. Sekret vesika seminalis ini merupakan komponen yang banyak sekali digunakan untuk indikator dalam menangani kasus infertilitas. Komponen ini pada waktu diejakulasikan berbentuk kental, kaya akan karbohidrat dan protein11. Kemampuan sekresi vesika seminal bisa diketahui dengan pengukuran fruktosa. Penentuan fruktosa penting pada kasus duktus deferens, dan merupakan fraksi yang padat dengan spermatozoa. Cairan epididimis ini mengandung banyak sekali lipid dan glikogen. Di samping itu, mempunyai aktivitas fosfatase asam11. Uji biokimia semen untuk mengetahui kapasitas sekresi epididimis adalah pemeriksaan L karnitin. L karnitin bebas memberikan gambaran tentang fungsi sekresi epididimis7,9.
Uji Imunologi
Pemeriksaan uji imunologi dilakukan karena kecurigaan adanya antibodi pelapis sperma pada semen tersebut. Antibodi-pelapis sperma merupakan tanda khas dan patognomonik untuk infertilitas yang disebabkan faktor imunologi. Antibodi sperma dalam semen tergolong dua kelas imunologi, yaitu IgA dan IgG. Pengujian terhadap antibodi tersebut dilakukan pada semen segar dan menggunakan cara reaksi antiglobulin campuran , yaitu uji MAR (Mixed Antislobulin Reaction) atau cara butir imun (Immunobead) 4.
Uji MAR IgG dilakukan dengan mencampur semen segar dengan butir lateks atau sel eritrosit biri-biri yang dilapisi dengan IgG manusia. Suatu antiserum IgG manusia yang monospesifik kemudian dibubuhkan kepada campuran tersebut. Terbentuknya gumpalan campuran antara butir dan sperma motil merupakan bukti adanya antibodi IgG pada spermatozoa. Diagnosis infertilitas dengan sebab imunologi merupakan suatu kemungkinan jika 40% atau lebih sperma motil mempunyai partikel yang melekat. Kemungkinan infertilitas karena sebab imunologi perlu dipikirkan jika 10--40% sperma motil mempunyai partikel yang melekat. Uji tambahan seperti uji kontak sperma-getah servik (KSGS) dan titrasi antibodi sperma dalam serum akan memperkuat atau menolak diagnosis4.
Pemeriksaan imunologi semen yang lain adalah uji butir imun. Uji butir imun dilakukan untuk mengetahui adanya antibodi yang berada di permukaan sperma. Butir imun merupakan bola poliakrilamida dengan imunoglobulin kelinci-anti imunoglobulin manusia yang terikat secara kovalen. Adanya antibodi IgG dan IgA bisa diteliti sekaligus dengan uji ini4.
Sperma dicuci terlebih dahulu agar terbebas dari cairan semen dengan cara sentrifugasi dan kemudian diresuspensi dalam larutan dapar. Suspensi sperma kemudian dicampur dengan suatu suspensi butir imun. Proporsi sperma dengan antibodi permukaan kemudian ditentukan dan kelas antibodinya (IgG atau IgA) diidentifikasi dengan menggunakan 2 jenis butir imun4.
Jika uji butir imun positif maka perlu dilakukan uji tambahan seperti uji KSGS dan titrasi antibodi sperma dalam serum untuk memperkuat atau menolak diagnosis4.
Uji Mikrobiologi
Uji mikrobiologi dilakukan jika dicurigai ada infeksi mikroba pada semen tersebut. Semen yang akan dibiakkan dikumpulkan dengan melakukan perhatian khusus untuk mencegah kontaminasi. Sebelum mengumpulkan semen, penderita diminta mengeluarkan kencingnya terlebih dahulu. Segera setelah itu , ia mencuci tangannya dan genitalianya dengan sabun, kemudian membilasnya serta mengeringkannya dengan handuk bersih. Botol semen dalam keadaan steril. Biakan plasma semen membantu menegakkan diagnosis infeksi kelenjar asesori, terutama prostat. Biakan semen dilakukan jika penderita menunjukkan tanda atau gejala infeksi kelenjar asesori atau semen mengandung sel darah putih dalam jumlah lebih 1 juta/ml. Hasil biakan diinterpretasi dengan hati-hati. Uji-uji lain seperti pemeriksaan air seni pertama dan kedua serta cairan prostat yang diperoleh melalui pemijatan prostat dan air seni setelah pemijatan prostat, perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis. Juga perlu dilakukan analisis biokimia semen. Pemeriksaan analisis sperma yang diuraikan tersebut masih menggunakan manual.
Otomatisasi
Saat ini telah diperkenalkan suatu alat analisis sperma otomatik menggunakan peralatan komputer (Computer-Aided Semen Analysis = CASA). Beberapa tahun terakhir alat ini telah dipakai. Pemeriksaan analisis sperma dengan CASA dapat menghitung konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan morfologi sperma12. Pengembangan jumlah analisis sperma memungkinkan CASA akan digunakan luas dalam laboratorium analisis semen pada masa yang akan datang8,10.
Prosedur ART
Analisis sperma banyak dipakai pada teknologi bantu reproduksi (ART). ART adalah teknik bidang kedokteran untuk membantu proses reproduksi dengan cara mengatasi hambatan bertemunya spermatozoa dan oosit, sehingga memungkinkan terjadinya konsepsi pada pasangan infertil. Pelaksanaannya diperlukan persiapan sperma dan analisis berulang-ulang. Ada beberapa alasan cukup kuat mengapa sperma harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam ART. Plasma semen mengandung faktor yang dapat mengurangi kemampuan fertilisasi spermatozoa. Plasma semen juga mengandung mikroorganisme dan sel-sel lain seperti lekosit yang mensekresi bahan-bahan yang dapat menghambat fertilisasi. Di samping itu, lebih efisien bila dilakukan inseminasi oosit hanya dengan spermatozoa berkualitas baik dan menyingkirkan yang jelek. Hal yang terpenting adalah pemisahan spermatozoa dari seminal plasma akan menginduksi terjadinya kapitasi.
Tujuan metode persiapan sperma adalah pemisahan spermatozoa motil dari plasma semen, dengan hasil tuaian semaksimal mungkin dan kerusakan pada sel spermatozoa seminimal mungkin. Selain itu, hasil persiapan sperma harus sebersih mungkin dari debris. Beberapa metode persiapan sperma adalah pencucian dan renang atas (PRA), swim up, migration gravity sedimentation, albumin column filtration, kolom bertingkat percoll (KBP), dan teknik migrasi ke samping (TMS). Secara rutin di laboratorium ART, metode persiapan sperma PPA dan KBP digunakan untuk inseminasi intra uterin dan fertilisasi in vitro, sedangkan TMS diperlukan untuk ICSI. Proses PRA berdasarkan kemampuan spermatozoa motil untuk migrasi dari endapan plasma semen menuju lapisan atas medium dan proses KBP untuk pemisahan spermatozoa yang berdasarkan pada filtrasi melalui partikel-partikel kolom percoll. Proses TMS berdasarkan kemampuan spermatozoa motil untuk migrasi secara horizontal.
Salah satu cara dari ART adalah TAGIT (Tandur Alih Gamet Intra Tuba) atau GIFT (Gamet Intra Fallopian Transfer). Prosedur ini mempertemukan sel benih (gamet), yaitu ovum dan sperma dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanul tuba ke dalam bagian ampula. FIV atau bayi tabung adalah usaha fertilisasi yang dilakukan di luar tubuh, di dalam cawan biakan dengan suasana yang mendekati alamiah. Jika berhasil pada saat mencapai stadium morula, hasil fertilisasi ditanduralihkan ke endometrium rongga uterus3. Kedua tindakan ini memiliki indikasi dan syarat-syarat tersendiri. Tandur alih gamet intra tuba indikasinya infertilitas idiopatik, endometriosis ringan, sindroma Rokitansky-Klister-Hauser, tuba satu dengan ovarium kontralateral, infertilitas primer dengan umur di atas 35 tahun, dan oligozoospermia. Syaratnya tuba paten, uterus dan endometrium normal, ovarium berfungsi normal, serta ada sperma yang motil. FIV indikasinya infertilitas primer dengan umur lebih 35 tahun, gagal dengan TAGIT, oklusi tuba bilateral, donasi ovum, sindroma Rokitansky-Kuster-Hauser, infertilitas idiopatik yang gagal dengan TAGIT, dan oligozoospermia. Syaratnya uterus dan endometrium utuh, ovarium masih berfungsi normal, serta ada sperma yang motil3.
Karena dalam program ini diinginkan beberapa ova sekaligus, maka setiap pasien menjalani pemicuan ovulasi. Yang sering dipakai adalah klomifen dan gonadotropin. Pada keadaan tertentu, misalnya haid tak teratur, peninggian kadar gonadotropin (FSH, LH) dengan ovarium yang normal (sindroma ovarium resisten gonadotropin) dapat diberikan analog GnRH lebih dahulu untuk membendung pada tingkat hipotalamus. Kemudian ovulasi dapat dipacu dengan gonadotropin (dalam hal ini lebih baik dipakai FSH murni). Selama pemicuan ovulasi ini, dilakukan pemantauan secara hormonal terhadap kadar LH, E2, maupun dengan ultrasonografi. Apabila telah dicapai folikel matang dengan ukuran garis tengah 18--20mm dan kadar E2 dalam serum mencapai 1000--1500pg/ml, dilakukan penyuntikan hCG. Hal ini diikuti dengan aspirasi folikel untuk memperoleh beberapa ova, 32--35 jam kemudian3. Jika pasien adalah peserta TAGIT maka pada hari aspirasi folikel, 2--3 jam sebelumnya dilakukan pencucian sperma suami. Sperma ini kemudian diambil yang motil saja untuk bersama-sama dengan ova yang diperoleh dimasukkan ke dalam ampul saluran telur per laporoskopi. Jadi, dalam hal ini tidak dilakukan pembuahan di luar tubuh pasien. Diharapkan fertilisasi di ampula dapat terjadi secara alamiah3.
Jika pasien mengikuti program FIV, setelah beberapa ovulasi berhasil diperoleh dengan cara pencucian yang serupa, fertilisasi dilakukan di luar tubuh pasien, yaitu di dalam media biakan. Apabila fertilisasi berhasil maka pada stadium morula (8-12 sel), embrio yang sedang tumbuh itu dipindahkan (ditanduralihkan) ke rongga uterus (endometrium) memakai kanul khusus, pada hari ke 3--5 pasca aspirasi folikel. Selanjutnya, pasien diberi substitusi progesteron untuk memberi dukungan pada korpus luteum, sebelum fungsi produksi diambil alih oleh sel-sel trofoblas dari plasenta.
Pemantauan terhadap kemungkinan kehamilan dilakukan dengan pemeriksaan hCG darah atau urin. Meskipun teknik ini sangat canggih dan rumit, usaha ini belum tentu memberikan keberhasilan. Di pusat-pusat FIV, keberhasilan sekitar 30-35%. Akhir-akhir ini, teknik FIV menjadi titik perhatian karena cukup banyak aspek yang perlu dipikirkan dan cukup banyak disiplin ilmu yang terlibat. Yang lebih penting lagi, cara ini telah melibatkan banyak aspek hukum dan medikolegal3.
Analisis semen merupakan tes yang paling penting untuk menetapkan pria infertil. Karena dari analisis semen didapatkan informasi tentang siklus hormon reproduksi pria, spermatogenesis, dan terbukanya saluran repoduksi pria. Disebut azoospermia jika tidak ada spermatozoa sama sekali pada semen yang mungkin disebabkan pretestikuler, tesitikuler, dan post-testikuler. Oligospermia jika paremeter semen lain normal, kecuali jumlah spermatozoa yang jumlahnya di bawah 40 juta/ejakulat atau 20 juta/ml. Astenozoospermia diindikasikan jika motilitasnya kurang dari 50% yang progresif. Jika abnormalitasnya tunggal, kurang dari 20%, baru dianggap tidak normal. Teratozoospermia jika morfologi abnormal sperma lebih dari 50%. Keadaan ini lebih sering dijumpai sebagai abnormalitas campuran, misalnya oligoastenoteratozoospermia6.
Simpan Beku Sperma
Dalam penyediaan bahan untuk prosedur ART, terutama yang tertunda, diperlukan simpan beku sperma. Simpan beku sperma adalah penyimpanan sperma pada suhu sangat rendah (-1960C) dalam nitrogen cair. Sebelum dilakukan penyimpanan, sperma terlebih dahulu dicampur cryoprotectant. Sperma yang bisa dilakukan simpan beku meliputi sperma normal, sperma sub-normal, misalnya oligozoospermia ataupun sperma dari epididimis, sperma segar (native semen), atau sperma yang sudah disiapkan (washed semen). Semuanya ini memerlukan analisis sperma11.
Lingkup penggunaan simpan beku sperma dalam bidang reproduksi antara lain sebagai langkah profilaksis pada tindakan medis yang memungkinkan terjadinya penurunan kuantitas dan atau kualitas sperma dalam derajat yang bermakna, misalnya penggunaan kemoterapi pada kasus keganasan, tindakan pengamanan sperma sebelum dilakukan vasektomi karena kemungkinan terjadinya antibodi-antisperma (ASA), dan post-vasektomi yang dampaknya akan mengganggu kesuburan. Simpan beku sperma juga dilakukan pada kelainan oligozoospermia dengan cara kolektif sehingga bisa didapatkan tuaian lebih banyak dari pemrosesan beberapa ejakulat. Manfaat lain yaitu sebagai sarana pendukung (back up) laboratorium teknik bantu reproduksi, simpan beku sperma diperlukan keberadaannya11.
Dalam proses simpan beku sperma, perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain faktor laju perubahan suhu saat proses bekuan dan pencairan (thawing) serta konsentrasi cryoprotectant yang digunakan sehingga didapatkan tuaian normal. Cara pembekuan dilakukan perlahan-lahan dengan kecepatan penurunan suhu 10C per menit. Dengan demikian, spermatozoa akan mengalami proses eksoosmosis, yaitu keluarnya air intraseluler sampai terjadinya keseimbangan potensial kimia antara intraseluler dan ekstraseluler. Keluarnya air intraseluler menyebabkan peningkatan konsentrasi solut infra seluler dan menghindarkan toksik efek karena pembentukan es dalam sel. Berkaitan dengan hal tersebut, pada proses pembekuan perlu diperhatikan rentang suhu kritis, yaitu antara –40C sampai –600C. Di sini menggunakan cryoprotectant yang berfungsi memberikan proteksi spermatozoa terhadap suhu rendah sehingga kerusakan sel dapat dihindarkan. Adapun komponen utama cryoprotectant adalah gliserol yang mekanisme proteksinya adalah sebagai berikut: (1) menurunkan titik beku solut intraseluler; (2) interaksi dengan membran sel yang menyebabkan perubahan dari relatif cair menjadi kaku selama pembekuan; serta (3) mencegah terjadinya perubahan konsentrasi elektrolit intrasel dan ekstrasel dengan cara mengikat elektrolit dan sebagian air. Karena itu, konsentrasi tertentu dari gliserol, yaitu 7%, memberikan hasil yang terbaik. Digunakan thawing yang merupakan salah satu tahapan pekerjaan simpan beku, yaitu pengambilan sampel di mana terdapat peleburan dari kondisi beku menuju cair. Sampel sperma beku relatif toleran terhadap perubahan suhu saat thawing, bisa dengan kecepatan perubahan suhu 150C per menit. Yang perlu diperhatikan adalah suhu kritis saat thawing, yaitu antara –700C sampai –200C11. Setelah pencairan sperma, diperlukan analisis sperma untuk evaluasi jumlah dan viabilitasnya.

Analisa sperma merupakan salah satu pemeriksaan awal yang dilakukan pada kasus infertilitas (susah dapat anak). Masalah sperma (semen) terdapat pada lebih dari 1/3 pasangan infertil.

Pada saat dilakukan analisa, hal2 berikut diperiksa : volume, waktu mencairnya, jumlah sel sperma per mililiter, gerakan sperma, PH, jumlah sel darah putih dan kadar fruktosanya (gula). Hasil anlisa sperma bisa menetukan apakah : ada masalah reproduksi (infertilitas), vasektomi berhasil dan apakah reversal (menyambung kembali) vasektomi berhasil.

Sebelum dilakukan pengambilan sampel sperma (semen) harus melakukan abstinen/tidak mengeluarkan sperma/ ejakulasi 2 - 5 hari sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sperma dalam kondisi paling oke. Jangan kelamaan, karena jika sampai 1-2 minggu maka justru sperma jadi kurang aktif. Di samping itu juga harus menghindari konsumsi alkohol.

Sample diambil tentunya dengan cara ejakulasi. Bisa dilakukan di lab atau di rumah / tempat lain dan membawanya dalam waktu tertentu ke lab. Cara paling sering adalah dengan masturbasi dan ditampung ke dalam wadah sampel. Cara lain adalah dengan senggama terputus (coitus interruptus), saat akan ejakulasi, P dicabut dan di arahkan ke wadah sampel. Sedangkan cara lainnya adalah dengan sampling dengan kondom (lewat senggama), dengan catatan kondom khusus. (kondom biasa harus di cuci dulu agar lubrikannya gak membunuh sperma)

Jika sampel diambil dirumah, maka sudah harus sampai di lab dalam waktu satu jam. Hindari sampel dari terkena sinar matahari langsung dan jangan terlalu panas/terlalu dingin. Jika udara dingin (di barat sono), simpan wadah penampungnya menempel di tubuh(dalam kantung jaket dll agar hangat). Jangan masukkanb kedalam lemari es. Agar hasil pemeriksaan lebih oke, dialkukan analisa 2-3 kali dengan hari yang berbeda dalam waktu 3 bulan.

Nilai normalnya bervariasi :

Volume Normal: minmal 2 mL - 6,5 mL per ejakulasi
Abnormal: Volume yang rendah atau bahkan yang berlebih dapat menyebabkan masalah kesuburan
Waktu mencair Normal: Kurang dari 60 menit
Abnormal: Masa mencair yang lama bisa merupakan tanda infeksi.
Jumlah sperma Normal: 20–150 juta per mL
Abnormal: Jumlah yang rendah kadang masih bisa menghasilkan keturunan secara normal.
Bnetuk sperma Normal: Minimal 70% memiliki bentuk dan struktur normal.
Abnormal: Sperma yang gak normal bentuknya kurang daru 15 % disebut Teratozoopsermia. Ini juga mempersulit kehamilan.
Gerakan sperma Normal: Minimal 60% sperma bergerak maju ke depan atau minimal 8 juta sperma per-mL bergerak normal maju ke depan.
Abnormal: Jika sebagian besar geraknya tidak normal akan menyebabkan masalah fertilitas.
pH Normal: Semen pH of 7.1–8.0
Abnormal: An abnormally high or low semen pH can kill sperm or affect their ability to move or to penetrate an egg.
Sel darah putih Normal: Tidak ada sel darah putih atau bakteri.
Abnormal: Bakteri dan sel darah putih yg banyak menunjukkan adanya infeksi.
Kadar fruktosa Normal: 300 mg per 100 mL ejakulat
Abnormal: Tidak adanya fruktosa memperlihatkan tidak adanya veikuls seminalis atau blokade pada organ ini.

Jika ditemukan jumlah sperma yang rendah atau tingginya abnormalitas, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pengukuran kadar hormon: testosteron, luteinizing hormone (LH), follicle-stimulating hormone (FSH), atau hormon prolaktin. Juga dilakukan biopsi testis (zakar) dalam kondisi yang sangat ekstrim (steril misalnya).

Faktor2 yang bisa mempengaruhi akurasi pemeriksaan :
• Obat2an (Cimetidine, sulfasalazine, nitrofurantoin)
• Kafein, alkohol, kokain, marijuana, dan merokok.
• Herbal seperti dosis tinggi echinacea.
• Sampel dingin/panas.
• Terkena radiasi .
• Tidak terkumpul sempurna (terbaik dengan masturbasi).
• Terlalau alam abstinen.


sumber: http://www.drdidispog.com/2009/06/analisis-sperma.html

Pemantapan Mutu Laboratorium

Pemantapan Mutu Laboratorium
Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium. Kegiatan ini terdiri atas empat komponen penting, yaitu : pemantapan mutu internal (PMI), pemantapan mutu eksternal (PME), verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan dan pelatihan.
1. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup tiga tahapan proses, yaitu pra-analitik, analitik dan paska analitik.
Beberapa kegiatan pemantapan mutu internal antara lain : persiapan penderita, pengambilan dan penanganan spesimen, kalibrasi peralatan, uji kualitas air, uji kualitas reagen, uji kualitas media, uji kualitas antigen-antisera, pemeliharaan strain kuman, uji ketelitian dan ketepatan, pencatatan dan pelaporan hasil.
2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
PME adalah kegiatan pemantapan mutu yang diselenggaralan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium di bidang pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional dan diikuti oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta.
PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan dengan reagen/peralatan/metode yang biasa digunakan sehingga benar-benar dapat mencerminkan penampilan laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang diperoleh dari penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu pemeriksaan.
3. Verifikasi
Verifikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra-analitik, analitik sampai dengan pasca-analitik. Setiap tahapan tersebut harus dipastikan selalu berpedoman pada mutu sesuai dengan bakuan mutu yang ditetapkan.
4. Validasi hasil
Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan kualitas hasil pemeriksaan yang telah diperoleh melalui pemeriksaan ulang oleh laboratorium rujukan. Validasi dapat mencegah keragu-raguan atas hasil laboratorium yang dikeluarkan.
5. Audit
Audit adalah proses menilai atau memeriksa kembali secara kritis berbagai kegiatan yang dilaksanakan di laboratorium. Audit ada dua macam, yaitu audit internal dan audit eksternal.
Audit internal dilakukan oleh tenaga laboratorium yang sudah senior. Penilaian yang dilakukan haruslah dapat mengukur berbagai indikator penampilan laboratorium, misalnya kecepatan pelayanan, ketelitian laporan hasil pemeriksaan laboratorium dan mengidentifikasi titik lemah dalam kegiatan laboratorium yang menyebabkan kesalahan sering terjadi.
Audit eksternal bertujuan untuk memperoleh masukan dari pihak lain di luar laboratorium atau pemakai jasa laboratorium terhadap pelayanan dan mutu laboratorium. Pertemuan antara kepala-kepala laboratorium untuk membahas dan membandingkan berbagai metode, prosedur kerja, biaya dan lain-lain merupakan salah satu bentuk dari audit eksternal.
6. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan bagi tanaga laboratorium sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan laboratorium melalui pendidikan formal, pelatihan teknis, seminar, workshop, simposium, dsb. Kegiatan ini harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan dipantau pelaksanaannya.

Sumber: http://labkesehatan.blogspot.com

Minggu, 25 September 2011

Pemantapan Mutu Laboratorium RSDU Karangasem (Tugas PML)

PEMANTAPAN MUTU LABORATORIUM
RSUD KARANGASEM

I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk kepentingan klinik. Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk membantu diagnosa penyakit pada penderita atau menegakkan diagnosa penyakit disamping untuk follow up terapi. Sebelum hasil pemeriksaan laboratorium dikeluarkan oleh bagian laborat tentulah sudah melalui berbagai tindakan / penanganan. Tahap-tahap tindakan / penanganan dalam pemeriksaan laboratorium haruslah diperhatikan secara memadai agar supaya dapat dicegah hasil yang tidak sesuai dengan keadaan penderita
Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium. Kegiatan ini terdiri atas empat komponen penting, yaitu : pemantapan mutu internal (PMI), pemantapan mutu eksternal (PME), verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan dan pelatihan.
1. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup tiga tahapan proses, yaitu pra-analitik, analitik dan paska analitik.
2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
PME adalah kegiatan pemantapan mutu yang diselenggaralan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium di bidang pemeriksaan tertentu.
Pemantapan mutu laboratorium dilakukan di Laboratroium RSUD Karangasem, Bali.

II. TUJUAN
Tujuan dari pemantapan mutu oleh laboratorium adalah :
1. Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan mempertimbangkan aspek analitik dan klinis
2. Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil yang salah tidak terjadi dan perbaikan kesalahan dapat dilakukan segera
3. Memastikan semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan dan pengiriman, penyimpanan dan pengolahan specimen sampai dengan pencatatan dan pelaporan telah dilakukan dengan benar
4. Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya
5. Membantu perbaikan pelayanan penderita melalui peningkatan mutu pemeriksaan laboratorium

III. MANFAAT
Pemantapan mutu laboratorium kesehatan mencakup semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium pada saat yang tepat, dari spesimen yang tepat dan diinterpretasi secara tepat berdasarkan rujukan data yang tepat.

IV. DATA HASIL PENGAMATAN
1. Ruang Administrasi

2. Ruang Sampling

3. Ruang Hematologi

4. Ruang Kimia Klinik

5. Ruang Urinalisis


PENILAIAN MUTU LABORATORIUM RSUD KARANGASEM
Laboratorium RSUD karangasem memiliki 7 ruangan yaitu:
a. Ruang Administrasi
b. Ruang Sampling
c. Ruang Sterilisasi
d. Ruang Hematologi
e. Ruang Kimia Klinik
f. Ruang Urinalisis
g. Ruang Petugas Jaga

Ruang administrasi merupakan tempat registrasi pasien yang akan melakukan pemeriksaan laboratorium. Pada ruang ini terdapat berbagai alat penunjang kegiatan seperti seperangkat computer, telepon dan alat-alat tulis kantor. Ruang sampling tempat melakukan pengambilan sampel darah pasien. Penyimpanan alat-alat seperti sarung tangan dan masker kurang tertata dengan rapi. Ruang hematologi merupakan ruang untuk memeriksa darah pasien yaitu darah lengkap pasien, BTCT, widal dan golongan darah. Ruang kimia klinik yaitu ruang untuk memeriksa sampel darah pasien yang berupa serum. Pemeriksaan Fungsi Hati, Fungsi ginjal, kolesterol, glukosa, trigliserilda, HBsAg, HIV, Dengue Blood. Ruang urinalisis yaitu ruang untuk memeriksa sampel berupa urin, feses, dahak dan hapusan darah untuk parasit. Penyimpana reagen di ruang urinalisis sudah baik hanya kadang-kadang sering digantungan jas lab pada lemari penyimpanan.
Ruangan sterilisasi digunakan untuk mencuci alat-alat yang digunakan dalam pemeriksaan. Ruang petugas jaga digunakan oleh petugas yang bertugas pada malam hari untuk berisitirahat.

Penilaian Mutu Laboratorium RSUD Karangasem adalah sebagai berikut:

5.1 Penilaian Mutu Internal (PMI)
Cakupan Penilaian Mutu Internal adalah:
1. Tahap pra-analitik
2. Tahap analitik
3. Tahap pasca analitik

1. Tahap pra-analitik
a. Formulir permintaan pemeriksaan
1. Formulir permintaan pasien diisi cukup baik. Di laboratorium RSUD Karangasem identitas pasien sudah diisi lengkap kadang kala ada formulir pasien yang isi nama dengan umur saja, tetapi alamat pasien bisa dilihat dari jenis formulir yang dibawa. Seperti frmulir dengan kertas HVS putih merupakan formulir dari IRD dan nama dokter yang memeriksa bisa digunakan untuk melihat keberadaan pasien. Semua permintaan pemeriksaan sudah ditandai dalam formulir pemeriksaan Penulisan nama pasien kadang-kadang tulisannya tidak terbaca karena dalam bentuk tulisan tangan.
2. Persiapan Pasien
Persiapan pasien untuk disampling sudah baik. Di laboratorium RSUD Karangasem persiapan pasiennya untuk pemeriksaan gula darah puasa pasien diminta untuk puasa selama 8-12 jam, untuk pengambilan 2 JPP, pasien diperbolehkan untuk makan dan minum dan kembali ke lab 2 jam kemudian. Kendalanya jika pasien berbohong mengaku puasa tetapi tidak puasa akan menghasilkan hasil yang salah, diet dan mengkonsumsi makanan tertentu dapat mempengaruhi hasil laboratorium.
3. Pengambilan dan Penerimaan Sampel
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel di laboratorium RSUD Karangasem cukup baik. pengambilan sampel di ruang sampling berkisar dari pukul 08.00-12.00, tidak dilakukan pengambilan sampel ke ruangan. Pengambilan sampel untuk orang dewasa dilakukan ditempat duduk. Pasien harus mengangkat sedikit tangannya dan menahnnya sehingga banyak ditemui kemungkina kendala yang terjadi karena lengan pasien tidak ditaruh di meja. Ketika pengambilan sampel kemungkinan ditekuk dan ketika pengambilan sampel lengan pasien akan dibawa kebawah.
Penerimaan Sampel
Penerimaan Sampel di RSUD Karangasem baik. Penerimaan sampel selama 24 jam, sampel biasanya berasal dari IRD dan Pasien rawat inap. Jika pada sampel yang diterima ada gumpalan atau lisis, sampel tersebut tidak diperiksa dan petugas laboratorium meminta sampel baru.
4. Penanganan Spesimen
a. Sampel Darah
Sampel darah sudah diberlakukan dengan baik, untuk pemeriksaan darah lengkap digunakan tabung dengan tutup ungu untuk menampung sampel darah, pemeriksaan kimia klinik digunakan tabung tutup merah dan untuk pemeriksaan glukosa darah digunakan tabung tutup abu-abu.
b. Sampel Urin
Penangan sampel diberlakukan cukup baik, pemeriksaan urine lengkap yang seharusnnya urine tersebut disentrifuge untuk memperoleh endapannya, tetapi di laboratorium RSUD Karangasem urine yang akan diperiksa didiamkan selama 15 menit untuk memperoleh endapannya. Sehingga akan ada perbedaan hasil dalam kesan jumlah sedimen pada urine.
c. Sampel feses
Pengolahan sampel feses sudah sesuai dengan persyaratan, sampel feses yang akan diperiksa ditetesi dengan esosin pada objek gelas dan ditutup dengan cover gelas.
d. Sampel Dahak
Pengolahan sampel dahak sudah baik, pembuatan preparat BTA sudah disesuaikan dengan teknik pembuatan preparat yang baik.
5. Kondisi Penyimpanan Sampel
Kondisi penyimpanan sampel sudah dilakukan dengan baik. Penyimpanan dilakukan pada suhu 6-80C. Kebanyakan Sampel yang datang langsung diperiksa, jarang ada sampel yang disimpan kecuali untuk pemeriksaan tertentu.
6. Penanganan specimen untuk pemeriksaan khusus
Penanganan specimen sudah baik, untuk pemeriksaan khusus seperti pemeriksaan kimia klinik digunakan tabung tutup merah untuk menampung specimen darah. Untuk pemeriksaan darah lengkap digunakan tabung tutup ungu dengan EDTA agar darah tidak menggumpal.
7. Kondisi pengiriman sampel sudah baik
8. Persiapan Sampel untuk analisa
a. Kondisi sampel sudah memenuhi syarat
Di Laboratorium RSUD Karangasem dilakukan pemeriksaan fisik sampel, seperti sampel darah. Jika ada bekuan pada sampel, sampel tersebut tidak diperiksa dan petugas laboratorium meminta sampel baru. Karena bekuan yang terbentuk akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
b. Volume Sampel
Volume sampel yang akan diperiksa baik, sudah mencukupi sesuai permintaan pemeriksaan tetapi kadang kala volume sampel tidak mencukupi. Karena di laboratorium RSUD Karangasem pengambilan darah digunakan dengan spuit jadi untuk pemeriksaan yang banyak (darah lengkap dan kimia klinik) digunakan spuit 5cc. Sehingga pembagian darah di tabung ungu dan merah tidak merata. Kadang kala tabung merah lebih sedikit dengan tabung ungu, sehingga memungkinkan terjadinya kekurangan sampel jika permintaan pemeriksaan banyak.
c. Identitas Sampel
Identitas sampel sudah baik, setiap sampel yang masuk diberi nomor dan di formulir pemeriksaan juga dinomori dengan penomoran yang sama dengan tabung.

2. Tahap Analitik
a. Persiapan Reagen/ media
1. Reagen/ media sudah memenuhi syarat, masa kadaluarsanya tidak terlampaui.
2. Cara pelarutan reagen sudah benar, sudah sesuai dengan petunjuk yang tertera pada reagen.
3. Cara pengenceran sudah benar, sesuai dengan petunjuk yang tercantum pada alat.
4. Pelarut akuades sudah memenuhi syarat.
b. Pipetasi reagen dan sampel
1. Peralatan
Semua peralatan sudah bersih dan diautoklaf khususnya untuk tabung reaksi, beaker gelas.
2. Pipet
Pipet yang digunakan cukup baik, tidak ada yang rusak. Tetapi pipet-pipet yang digunakan tidak dikalibrasi, karena keterbatasan dana.
3. Pipetasi
Pipetasi yang dilakukan sudah benar
4. Prosedur
Prosedur pemeriksaan di laboratorium sudah cukup baik. Hampir semua pemeriksaan dilakukan sesuai dengan prosedur, kecuali pada pemeriksaan widal. Tidak dilakukan pengenceran, dan hanya menggunakan 5 antisera. hanya dilihat aglutinasinya, semakin kuat aglutinasi yang terjadi semakin tinggi titernya.
c. Inkubasi
Inkubasi yang dilakukan sudah baik. Suhu dan waktu inkubasi sudah memenuhi syarat. Suhu inkubasi dilakukan pada suhu 370C.
d. Pemeriksaan
Alat-alat pemeriksaan berfungsi dengan baik. Kalibari alat sudah dilakukan, sebelum digunakan alat-alat pemeriksaan harus dilakukan control. Hasil pemeriksaan dengan alat sudah baik.


3. Tahap Pasca Analitik
a. Pemeriksaan hasil
Pemeriksaan hasil pada penghitungan, pengukuran, identifikasi dan penilaian sudah benar.
b. Pelaporan Hasil
1. Form hasil bersih
Form hasil langsung dari cetakan hasil pemeriksaan pada alat
2. Tulisan
Tulisan sudah jelas, karena diketik.
3. Kecendrungan hasil pemeriksaan (hasil abnormal)
Hasil abnormal pada pemeriksaan laboratorium terjadi karena sampel darah pasien memang bermasalah dan pasien menderita penyakit tertentu.

a. Penilaian Mutu Eksternal
Penyelenggaraan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional dan diikuti oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta.
PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan dengan reagen/peralatan/metode yang biasa digunakan sehingga benar-benar dapat mencerminkan penampilan laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang diperoleh dari penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu pemeriksaan.
Penilaian mutu eksternal laboratorium RSUD Karangasem diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam programnya PNPME yaitu Penyelenggaraan Pemantapan Mutu Eksternal. PNMPE terdiri dari PNPME-K yaitu Penyelenggaraan Pemantapan Mutu Eksternal – Kimia Klinik dan PNPME-H yaitu Penyelenggaraan Pemantapan Mutu Eksternal – Hematologi. PNPME dilakukan setahun 2 kali, biasanya bulan November dan Desember.
Penilaian Mutu Eksternal dilakukan juga oleh BLK yang waktunya tidak menentu. Dilakukan pemantapan mutu Malaria, BTA, Urin, Feses. Untuk akhir-akhir tahun ini hanya dilakukan Pemantapan Mutu Eksternal untuk malaria.

VI. KESIMPULAN
PENILAIAN MUTU LABORATORIUM RSUD KARANGASEM
A. Penilaian Mutu Internal
Adapun penilain Mutu Internal Laboratorium RSUD Karangasem sebagai berikut:
Kegiatan Nilai
Baik Cukup Baik
Pra analitik:
1. Formulir permintaan pemeriksaan
2. Persiapan Pasien
3. Pengambilan Sampel
4. Pengambilan Sampel
5. Penerimaan Sampel
6. Penanganan Spesimen
a. Sampel Darah
b. Sampel Urin
c. Sampel feses
d. Sampel Dahak
7. Kondisi Penyimpanan Sampel
8. Penanganan specimen untuk pemeriksaan khusus
9. Kondisi pengiriman sampel
10. Persiapan Sampel untuk analisa
11. Kondisi sampel
12. Volume Sampel
13. Identitas Sampel

Analitik
a. Persiapan Reagen/ media
1. Kondisi reagen
2. Cara pelarutan reagen
3. Cara pengenceran
4. Pelarut akuades sudah memenuhi syarat.
b. Pipetasi reagen dan sampel
1. Peralatan
2. Pipet
3. Pipetasi
4. Prosedur


5. Inkubasi
6. Pemeriksaan
Pasca Analitik
a. Pemeriksaan hasil
b. Pelaporan Hasil
1. Form hasil bersih
2. Tulisan
3. Kecendrungan hasil pemeriksaan (hasil abnormal)

Secara keseluruhan Pemantapan Mutu Internal Laboratorium RSUD karangasem bernilai mayoritas baik (14 parameter) dan 5 parameter yang bernilai cukup baik.

B. Penilaian Mutu Eksternal (PME)
Penyelenggaraan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional dan diikuti oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta. Penyelenggaraan Mutu Ekternal dilakukan oleh Depkes RI dalam programnya PNPME dan oleh BLK Provinsi Bali.

laporan Imunologi sesemter 4

TEST WIDAL

I. Tujuan
Untuk membantu menegakkan pemeriksaan demam typhosa.

II. Metode
Metode yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah tabung aglutinasi. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit, tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.

III. Prinsip
Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.


IV. Dasar Teori
Pemeriksaan widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapit test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu disebabkan antara lain : penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
Demam typhoid (Typhoid Fever) merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi A,B dan C yang masih dijumpai secara luas di negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

Gejala Umum Demam Typhoid
Umumnya gejala klinis timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan demam yang tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak langsung tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga (stepladder), sakit kepala hebat, nyeri otot, kehilangan selera makan (anoreksia), mual, muntah, sering sukar buang air besar (konstipasi) dan sebaliknya dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relatif lambat (bradikardi), lidah kotor, hepatomegali dan splenomegali, kembung (meteorismus), pneumomia dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa. Penyulit lain yang dapat terjadi adalah pendarahan usus, perforasi, radang selaput perut (peritonitis) serta gagal ginjal.
Petanda Serologi Demam Typhoid
Tubuh yang kemasukan Salmonella akan terangsang untuk membentuk antibodi yang bersifat spesifik terhadap antigen yang merangsang pembentukannya. Antibodi yang dibentuk merupakan petanda demam typhoid, yang dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Aglutinin O
Titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang daripada aglutinin H atau Vi, karena pembentukannya T independent sehingga dapat merangsang limposit B untuk mengekskresikan antibodi tanpa melalui limposit T. Titer aglutinin O ini lebih bermanfaat dalam diagnosa dibandingkan titer aglutinin H. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160 dinyatakan positif demam typhoid dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi atau sembuh dari demam typhoid dan untuk yang tidak pernah terkena 1/80 merupakan positif.
b. Aglutinin H (flageller)
Titer aglutinin ini lebih lambat naik karena dalam pembentukan memerlukan rangsangan limfosit T. Titer aglutinin 1/80 keatas mempunyai nilai diagnostik yang baik dalam menentukan demam typhoid. Kenaikan titer aglutinin empat kali dalam jangka 5-7 hari berguna untuk menentukan demam typhoid. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti kapas atau awan.
c. Aglutinin Vi (Envelop)
Antigen Vi tidak digunakan untuk menunjang diagnosis demam thypoid. Aglutinin Vi digunakan untuk mendeteksi adanya carrier. Antigen ini menghalangi reaksi aglutinasi anti-O antibodi dengan antigen somatik. Selain itu antigen Vi dapat untuk menentukan atau menemukan penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi atau kuman-kuman yang identik antigennya.
Diagnosis
Tidak adanya gejala-gejala atau tanda yang spesifik untuk demam typhoid, membuat diagnosis klinik demam typhoid menjadi cukup sulit. Di daerah endemis, demam lebih dari 1 minggu yang tidak diketahui penyebabnya harus dipertimbangkan sebagai typhoid sampai terbukti apa penyebabnya. Diagnosis pasti demam typhoid adalah dengan isolasi/kultur Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang, atau lesi anatomis yang spesifik. Adanya gejala klinik yang karakteristik demam typhoid atau deteksi respon antibodi yang spesifik hanya menunjukkan dugaan demam typhoid tetapi tidak pasti.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalisa, kimia klinik, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit. (Simalab, 2007)
Pemeriksaan laoratorium untuk menunjang diagonsis demam typhoid meliputi :
A. Hematologi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. (Prasetyo, 2006)
B. Urinalisa
Protein : bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
C. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut.
D. Imunologi

1) Widal Slide
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.
2) ELISA Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan : bila lgM positif menandakan infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.
3) Tes Tubex
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat untuk diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. (Prasetyo, 2006).
Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.
E. Mikrobiologi Gall Culture
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL, darah tidak segera dimasukan ke dalam media Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.
F. Biologi molecular
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
Penatalaksanaan
Sampai sekarang masih dianut trilogi penatalaksanaan demam typhoid, yaitu :
A) Pemberian antiboitik : bertujuan untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman.
B) Istirahat dan perawatan profesional : bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
C) Diet dan terapi penunjang (stomatitis dan suportif) : Pasien diberi bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi optimal.
D) Prognosis
Terapi demam tifoid yang cocok terutama jika pasien perlu dirawat secara medis pada stadium dini, sangat berhasil. Tetapi juga tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella , serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak anak 2,6%, dan pada orang dewasa 7,4%, rata – rata 5,7%.

Epidemiologi
Karena penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella yang beradaptasi pada manusia, sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada karier manusia. Penyebab yang terdekat adalah air atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Penyakit ini jarang di temukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar – pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang serumah. Di Indonesia demam tipoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah endemik adalah terjadi pada anak – anak.
Pencegahan
Pencegahan penyakit dilakukan terutama dengan menjaga kebersihan makanan dan minuman, peningkatan hygiene pribadi, perbaikan sumber air untuk keperluan rumah tangga, peningkatan sanitasi lingkungan khususnya perbaikan cara pembuangan faeces manusia serta pemberantasan tikus dan lalat. Selain itu, pengawasan penjualan bahan makanan dan tempat pemotongan he

V. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak Tabung
3. Sentrifuge
4. Objek gelas

B. Bahan
1. Larutan Nacl
2. Antisera
3. Serum Mahasiswa
Pasien:
Nama : Putu Ayu Suryaningsih
Umur : `19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan

VI. Cara Kerja
a. Preparasi sampel darah mahasiswa
1. Diambil darah vena mahasiswa 5 cc
2. Diletakkan di tabung sentrifuge
3. Disentrifuge 3000rpm selama 15 menit
4. Diambil serumnya.

b. Pemeriksaan Widal dengan tabung aglutinasi
1. Disiapkan 7 buah tabung reaksi
2. Masing-masing tabung diisi 1,9 ml NaCL dan 0,1 ml serum
3. Dari tabung 1 dipipet 1 ml dipindahkan ke tabung 2 demikian seterusnya
4. Dipipet 10 µL sampel pada tabung dan diteteskan pada objek gelas
5. Diteteskan reagen (± 50 µL)
6. Dilihat aglutiniasi setelah 1 menit dan digoyang







Keterangan:
A = 10 µL serum
B = 1 tetes antisera


7. Dihentikan pemeriksaan jika mendapatkan hasil negative

Interpretasi hasil:
Tabung : I II III IV V VI VII
Reaktif : 1/20 1/40 1/80 1/160 1/320 1/640 1/1280

a. Cara kerja metode slide aglutinasi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diteteskan 20 µL serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide (3 lingkaran)
3. Dipipet 1 tetes antisera A, B, D pada lingkaran-lingkaran tersebut




4. Diamati aglutinasi yang terjadi
5. Karena hasil positif, jadi dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya

Keterangan:
A = 20 µL serum
B = 1 tetes antisera
6. Diteteskan 10 µL serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide (3 lingkaran)
7. Dipipet 1 tetes antisera A, B, D pada lingkaran-lingkaran tersebut



Keterangan:
A = 20 µL serum
B = 1 tetes antisera

8. Diamati aglutinasi yang terjadi
9. Karena hasil positif, jadi dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya
10. Diteteskan 10 µL serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide (3 lingkaran)
11. Dipipet 1 tetes antisera A, B, D pada lingkaran-lingkaran tersebut



Keterangan:
A = 5 µL serum
B = 1 tetes antisera

Intrepretasi hasil
Reagen Sampel Hasil
1 tetes 20 µL 1/80
1 tetes 10 µL 1/160
1 tetes 5 µL 1/320

VII. Data Hasil Pengamatan
a. Hasil Pemeriksaan cara tabung aglutinasi
Salmonella O antigen group A : negative
Salmonella O antigen group B : negative
Salmonella O antigen group C : negative
Salmonella O antigen group D : negative
Salmonella H antigen group A : negative
Salmonella H antigen group B : negative
Salmonella H antigen group C : negative
Salmonella H antigen group D : negative

b. Hasil pemeriksaan dengan slide aglutinasi
a. Pengenceran 1/180
Salmonella H antigen group A : positif
Salmonella H antigen group B : positif
Salmonella H antigen group D : positif

b. Pengenceran 1/160
Salmonella H antigen group A : positif
Salmonella H antigen group B : positif
Salmonella H antigen group D : positif

c. Pengenceran 1/320
Salmonella H antigen group A : positif
Salmonella H antigen group B : positif
Salmonella H antigen group D : positif


VIII. Pembahasan
a. Pemeriksaan cara tabung aglutinasi
Pemeriksaan sampel darah dengan tes widal ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnose pada pasien demam tifoid.
Pada praktikum ini diperoleh hasil pemeriksaan sampel darah negative, ini menunjukkan sampel darah pasien tidak ditemui adanya antibody terhadap kuman salmonella pada tubuh. Pemilik sampel ini dalam keadaan sehat, praktikan mengetahuinya karena sampel yang dipakai dari sampel mahasiswa.
Praktikum ini menggunakan NaCl yang bertujuan saar pengenceran, antisera yang ditambahkan berguna untuk mengetahui aglutinasi atau tidak, karena antiresa akan berekasi dengan sampel, jika hasil positif akan terjadi aglutinasi. Pemeriksaan ini dihentikan karena hasil yang diperoleh negative, jika pemeriksaan ini dilanjutkan hasil yang diperoleh akan tetap negative.

b. Pemeriksaan cara slide aglutinasi
Pemeriksaan sampel serum yang dibawakan dari rumah sakit memperoleh hasil positif sampai pengenceran ketiga sampel yang diperiksa dengan antisera Salmonella H antigen group A, B dan D tetap hasilnya positif, hal ini menandakan adanya antibody terhadap kuman salmonella pada tubuh.
Hasil positif dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya, ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan bakteri salmonella mencemari darah, seperti pemeriksaan yang diperoleh hasil positif hingga pengenceran 1/320 yang berarti kemungkinan dalam 1 ml darah terdapat 320 kuman salmonella.
Kelemahan uji widal ini yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil, akan tetapi uji widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid. Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karea belum ada kesepakata akan nilai standar aglutinasi. Beberapa hal yang sering disalah artikan:
a. Pemeriksan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal ini pengertian yang salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibody terhadap kuman salmonella.
b. Pemeriksaan widal yang hilang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil potf diangga masih menderita tifus, hal ini juga pengertian yang salah. Setelah seseorag menderita tifus dan mendapatakan pengobatan, hasil uji widal tetap postif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan.
IX. Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum didapat hasil sebagai berikut:
a. Pemeriksaan cara tabung aglutinasi memperoleh hasil negative
b. Pemeriksaan cara slide aglutinasi memperoleh hasil positif hingga pengenceran 1/320 yang menunjukkan kemungkinan dalam 1 ml dara terdatap 320 kuman salmonella.
Melalui praktikum praktikan dapat memahami cara pemeriksaan widal


















PEMERIKSAAN HEPATITS B

I. Tujuan
Untuk mengetahui pasien yang diperiksa (serum) mendetia hepatitis B atau tidak

II. Metode
Metode yag digunakan adalah metode kualitatif (rapid test)

III. Prinsip
Serum dipipet diletakkan pada tabung raksi, diisi stik test pada tabung, ditunggu 10 menit dan diamati.

IV. Dasar Teori
Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg) merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya antigen ini dinamakan antigen Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh seorang dokter peneliti Amerika, Baruch S. Blumberg dari serum orang Australia.
HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B pertama yang muncul di dalam serum dan mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pasca infeksi, mendahului munculnya gejala klinik serta meningkatnya SGPT. Selanjutnya HBsAg merupakan satu-satunya petanda serologik selama 3 – 5 minggu. Pada kasus yang sembuh, HBsAg akan hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi sedangkan pada kasus kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6 bulan. HBsAg positif yang persisten lebih dari 6 bulan didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10% penderita yang memiliki HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap positif selam bertahun-tahun.
Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus hepatitis B, baik untuk keperluan klinis maupun epidemiologik, skrining darah di unit-unit transfusi darah, serta digunakan pada evaluasi terapi hepatitis B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang diderita disebabkan oleh virus B atau superinfeksi dengan virus lain.
HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi aktif. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan anti-HBe positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi rendah.
Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk mengidentifikasi antigen hepatitis B. Transmisi hepatitis B melalui transfusi sudah hampir tidak terdapat lagi berkat screening HbsAg pada darah pendonor. Namun, meskipun insiden hepatitis B terkait transfusi sudah menurun, angka kejadian hepatitis B tetap tinggi. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatitis B melalui beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal, atau kontak seksual. Orang yang berisiko tinggi terkena infeksi hepatitis B adalah orang yang bekerja di sarana kesehatan, ketergatungan obat, suka berganti-ganti pasangan seksual, sering mendapat transfusi, hemodialisa, bayi baru lahir yang tertular dari ibunya yang menderita hepatitis B.
HBsAg dalam darah dapat dideteksi dengan tehnik enzyme immunoassay (EIA), enzyme linked immunoassay (ELISA), enzyme linked fluorescent assay (ELFA), atau immunochromatography test (ICT).
Spesimen yang digunakan untuk deteksi HBsAg adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan darah vena 3-5 ml dalam tabung tutup merah atau tutup kuning dengan gel separator, atau dalam tabung tutup hijau (lithium heparin). Pusingkan sampel darah, lalu pisahkan serum atau plasma untuk diperiksa laboratorium.
Spesimen yang ikterik (hiperbilirubin sampai dengan 500 µmol/l), hemolisis (kadar hemoglobin sampai dengan 270 µmol/l), dan lipemik (sampai dengan 30 mg/dl) dapat mempengaruhi hasil pembacaan.
Sampel dapat disimpan pada suhu 2-8oC selama 5 hari, atau -25 ±6oC sampai dengan 2 bulan.

Nilai Rujukan
Dewasa dan Anak-anak : Negatif

Masalah Klinis
HBsAg positif dijumpai pada : Hepatitis B, Hepatitis B kronis. Kurang Umum : Hemofilia, sindrom Down, penyakit Hodgkin, leukemia. Pengaruh obat : ketergantungan obat.

V. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Tabung reaksi dan raknya
2. Strip test

b. Bahan
1. Sampel serum mahasiswa
2. Sampel serum rumah sakit yang telah disediakan

VI. Cara Kerja
a) Preparasi sampel darah mahasiswa
1. Diambil darah vena mahasiswa 5 cc
2. Diletakkan di tabung sentrifuge
3. Disentrifuge 3000rpm selama 15 menit
4. Diambil serumnya.

b) Pemeriksaan HbsAg
a) Serum 10 µL dengan pipet mikro
b) Ditaruh di tabung reaksi
c) Strip test ditaruh di tabung reaksi
d) Ditunggu 10 menit
e) Diamtai hasilnya

VII. Data Hasil Pengamatan
a. Sampel rumah sakit diperoleh hasil reaktif










b. Sampel mahasiswa diperoleh hasil non reaktif






VIII. Pembahasan
Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnose infeksi virus hepatitis B, baik untuk keperluan klinis maupun epidemiologic, skrining darah di unit-unit transfuse darah serta digunakan pada evaluasi terapi heaptits B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang didertia disebabkan oleh virus B/superinfeksi dengan virus lain.
Praktikum pemeriksaan ini memperoleh hasil sampel dari mahasiswa hasil sampel dari mahasiswa non raktif dan sampel serum rumah sakit reaktif. Hal ini dilihat dari garis-gris yang muncul ketika pemeriksaan, hasil reaktif jika menghasilkan 2 garis merah dan hasil non reaktif menghasilkan satu garis pada daerah control. Pemeriksaan ini hanya melihat reaktif dan non reaktif sampel yang diperiksa, untuk membuktikan adanya viremia (virus dalam darah) tidak mungkin dilakukan, sedangkan untuk mneyatakan virus dalam tinja diperlukan pemeriksaan mikroskop electron.
Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk mengidentifikasi antigen hepatits B. transmisi hepatitis B melalui transfuse sudah hamper tidak terfapat lagi berkat screening test HbsAg pada darah pendonor. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatititi B melalui beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal/kontak seksual.

IX. Kesimpulan
Pemeriksaan hepatitis serum diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Sampel mahasiswa diperoleh hasil non reaktif
b. Serum rumah sakit diperoleh hasil reaktif


DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.Penyakit Thypus,http://www.jamu-herbal.com.diakses tanggal 15 maert 2011. Denpasar
Iwan.2009. Tes Widal untuk diagnose tifus.http://iwandarmansjah.blogspot.com.diakses yanggal 14 maret 2011.Denpasar
Anonym.2010.Uji widal.http://www.scribd.com.diakses tanggak 19 maret 2011.Denpasar
Anonim.2010.Virus Hepatitis (HBsAg).http://labkesehatan.blogspot.com.diakses tanggal 27 Maret 2011. Denpasar

Proposal Usaha Ternak Sapi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Populasi sapi Bali yang merupakan bangsa sapi asli Indonesia, berasal dari hasil domestikasi terus menerus banteng liar Bos sondaicus (Bos banteng). Populasinya saat ini ditaksir sekitar 526.031 ekor. Kekhawatiran akan terus menurunnya populasi sapi Bali dipicu oleh kenyataan bahwa selama krisis ekonomi, tingkat permintaan sapi lokal meningkat seiring mahalnya harga daging sapi impor. Sejumlah besar sapi Bali hidup dikirim ke beberapa kota bear di pulau Jawa menjadi sering terlihat belakangan ini. Sedikitnya 50.000 ekor sapi Bali setiap tahunnya dikapalkan ke luar propinsi Bali.
Selain sapi Bali, bangsa sapi lokal lainnya adalah sapi Grati, sapi Madura dan sapi Peranakan Ongole (keturunan hasil persilangan antara sapi Ongole jantan dan sapi betina Jawa). Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara Bos sondaicus dan Bos indicus, ciri-ciori fenotipik punduk diperoleh dari B. indicus, sedangkan warna kulit coklat atau merah bata sama dengan B. sondaicus. Dari jumlah total populasi sapi lokal sebanyak 12.000.000 ekor, 500.000 ekor merupakan tipe sapi perah dan sisanya 11.500.000 ekor tergolong tipe sapi potong. Perkiraan pertambahan populasi sebanyak 3.500.000 ekor per tahun.
Sejak lama sapi Bali sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, dan mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. Peternak menyukai sapi Bali mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain : mempunyai feritiliast tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, bereaksi positif terhadp perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor. Fertilitas sapi Bali berkisar 83 - 86 %, lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yang 60 %. Karakteristik reproduktif antara lain : periode kehamilan 280 - 294 hari, rata-rata persentase kebuntingan 86,56 %, tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya 3,65 %, persentase kelahiran 83,4 %, dan interval penyapihan antara 15,48 - 16,28 bulan.
Sub sektor perternakan merupakan sub sektor pembangunan ekonomi pedesaan yang tersedia bagi masyarakat untuk digali dan dikembangkan melalui usaha agribisnis sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi kebutuhan masyarakat ternak. Mengingat merosotnya nilai jual produksi pertanian saat ini. Usaha ternak sapi ini bekerja sama dengan salah satu perusahaan yaitu CV Matahari Terbit yang berlokasi di Denpasar. Perusahaan CV Matahari Terbit menginginkan sapi tiap tahun. CV Matahari Terbit sebagai penyandang dana.

1.2 Ide Usaha
Krisis global sangat berpengaruh bagi para petani kecil, mahalnya harga pupuk, bibit padi, sehingga para petani sulit untuk mengembangkan hasil pertanian. Tidak jarang di daerah pedesaan petani yang sedikit dan bahkan tidak memperolhe keuntungan dari hasil pertanian mereka.
Melihat keadaan ini, saya berencana untuk mengubah sektor pertanian padi saya menjadi sektor perternakan, lahan saya sudah kosong hanya ditumbuhi oleh rerumputan, sektor peternakan yaitu khususnya ternak sapi sangat diperhitungkan bagi petani mengingat ternak sapi tidaklah sulit dan rumit, pemeliharaan juga relatif sederhana dan pakan yang realtif mudah dicari.
Dengan adanya usaha ternak sapi, usaha ini akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat daam bidang pangan dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang tidak punya pekerjaan. Usaha Ternak Sai ini bernama Peternakan Sapi Indah Satwa.

1.3 Gambaran wilayah ternak sapi
Lokasi diadakan usaha ternak sapi Indah Satwa adalah di daerah desa selat, kecamatan selat, kabupaten karangasem, provinsi bali. Dengan luas lahan 45 are. Tempat ini sangat strategis karena derah ini merupakan daerah bekas larva letusan gung agung tahun 1963 silam, sehingga tanah sekitar kandang akan dapat menumbuhkan rumput dengan subur.










BAB II
TUJUAN USAHA

2.1 Tujuan Usaha
Untuk mengatasi perekonomian pedesaan di bidang pertanian maka dibuatlah usaha ternak sapi, usaha ini relatif mudah dan memerlukan biaya yang tidak terlalu tinggi untuk usaha 1 ekor sapi. Usaha ini juga bertujuan menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat yang belum memiliki atau mendapatkan pekerjaan. Melalui usaha ini diharapkan masyarakat dapat mengikuti menjadi seorang peternak sapi, karena penghasilan peternak sapi lebih menguntungkan daripada sektor pertanian beras.

2.2 Manfaat Usaha
a. Manfaat bagi masyarakat
Melalui usaha ini diharapakan masyarakat bisa lebih fokus terhadap usaha ternak yang dimiki dan bagi yang beum mempunyai usaha masyarakat dibidang ternak sapi diharapkan bisa menjadi ternak sapi untuk menunjang perekonomian mereka disamping menjadi seorang petani.

b. Terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang belum mempunyai pekerjaan.

2.3 Indikator Keberhasilan
Usaha ini dapat berjalan lancar karena faktor-faktor sebagai betikut:
a. Faktor geografis
Keadaan wilayah yang sangat strategis yaitu tanah yang subur sangat baik untuk pertumbuhan pakan ternak, tempat ternak dekat dengan sungai, sehingga mempermudah untuk mencari air untuk campuran makanan dan untuk memandikan ternak.
b. Mata pencaharian masyarakat
Mata pencaharian masyarakat di daerah ini sebagian besar petani dan perkebunan salak, sehingga masyarakat akan mudah menerima adanya usaha ini dan tidak akan mempermasalahkannya. Dengan pekerjaan dibidang perkebunan salak memudahkan merekrut pekerja sebagai perja ternak, karena aktivitas ini tidak jauh berbeda dengan ternak sapi.

2.4 Kebutuhan Pasar
Kebutuhan pasar akan sapi saat ini masih sangat diperlukan, daging sapi sangat diperlukan terutama ketika upacara agama, terutama untuk umat muslim. Banyak saudagar sapi yang membeli sapi ke pedesaan sehingga dapat mempermudah dalam penjualan sapi.
Anak sapi juga sangat diperlukan karena kemungkinan peternak sapi akan semakin bertambah jika usaha ini benar-benar berjalan lancar.

2.5 Tenaga Kerja
Tenaga kerja akan direkrut dari masyarakat sekitar, yang ingin mencari pekerjaan menjadi ternak sapi.

2.6 Pakan ternak
Pakan ternak berupa rumput akan ditanam di daerah kandang sapi dan digunakan juga rumput yang telah tumbuh, diberikan juga konsentrat. Karena hail penelitian di Institut Pertanian Bogor, sapi Bali dengan berat awal 250 kg dibagi dalam 2 tahap perlakuan pakan. Tahap pertama diberikan rumput selama 3 bulan, diikuti pemberian campuran rumput dan konsentrat selama 154 hari, secara nyata meningkatkan berat badan sebanyak 50 kg.

BAB III
AKTIVITAS KEGIATAN USAHA TERNAK SAPI

3.1 Kegiatan Pra Operasional
No Jenis Kegiatan Jadwal Pelaksaan tahun 2011 Biaya (Rp)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
s Survei Pasar x -
2 Menyusun Rencana x -
3 Alat penunjang x -
Jumlah -

3.2 Kegiatan Operasional

No. Rincian Kegiatan Waktu Pelaksanaan 2012
Jan 2012 Feb 2012 Mar 2012 April 2010
1 Pembuatan Kandang
2 Penanaman Rumput
3 Upah tenaga kerja
4 Pengadaan sapi
5 Obat-obatan ternak
6 Biaya umum:
Air
Listrik
ATK
Laporan

3.3 Alat Tulis Kantor
No. Uraian Biaya (Rp)
1 Alat-alat tulis 20.000,-
2 Buku, kertas dll 150.000,-


3.4 Rencana Anggaran Biaya
Usaha ternak sapi ini memerlukan biaya Rp 102.320.000,- dengan rincian sebagai berikut:
No. Uraian Jmlah Harga satuan Total Rp
1 Pembuatan kandang 1 unit 8.000.000,- 8.000.000,-
2 Bakalan sapi 20 ekor 2.500.000,- 50.000.000,-
3 Peralatan Kandang 1 paket 3.000.000,- 3.000.000,-
4 Kesehatan (obat-obatan) 20 paket 17.000,- 340.000,-
6 Pakan Ternak (konsentrat) 500 kg 1.380,- 13.800.000,-
5 Pengolahan kotoran sapi:
Bangunan 1 unit 3.000.000,- 3.000.000,-
Pupuk urea 100 kg 2.000,- 200.000,-
Plastik pupuk 100 biji 1000 100.000,-
6. Peralatan tulis 1 paket 170.000,- 170.000,-
7. Tenaga kerja 4 orang 500.000,-/ bulan x 12 bulan 24.000.000,-
Jumlah 102.320.000,-


BAB IV
STAKEHOLDER
4.1 Yang Menerima Manfaat
Yang menerima manfaat dari usaha ini adalah masyarakat sekitar, masyarakat akan dapat lapang pekerjaan baru.

4.2 Stakeholder yang lain
Stakeholder lain yang terkait dengan budidaya sapi ini adalah Dinas Peternakan Kabupaten dan Dinas Peternakan Provinsi.

4.3 Yang Memiliki Usaha
Usaha ternak sapi Indah Satwa adalah usaha perseorangan yang memiliki adalah individuyaitu Ni Komang Juniawati.

4.4 Yang mengelola dan Mengontrol Usaha
Yang mengelola usaha ternak sapi adalah pemilik
Yang mengontrol usaha ternak sapi adalah Dinas Peternakan Kabupaten.

4.5 Kepada Siapa Dipertanggungjawabkan
Dalam pelaksaan usaha ternak sapi ini akan bertanggung jawab kepada:
a. Masyarakat
b. CV Matahari Terbit sebagai penyandang dana
c. Dinas Peternakan Kabupaten



BAB V
PERIJINAN YANG DIPERLUKAN

5.1 Kebutuhan Perijinan
No. Jenis Surat Ijin No. Surat Ijin Biaya (Rp)
1 Ijin Prinsip dan Ijin Tempat Usaha -
2 Surat ijin usaha Perdagangan -
3 Tanda Daftra Perusaahn -
4 Nomor Pokok dan Wajib Pajak 58.928.126.0-907.000 -
5 Akte Pendirian Akte Notaris No 09 Tanggal 19 Mei 2011 -
Jumlah -



BAB VI
MANAJEMEN DAN ASPEK TEKNIS
6.1 Penanaman Rumput
Rumput selalu ditanam, tiap rumput yang dipangkas langsung ditanami rumput kembali terutama pada lahan kosong, pemupukan menggunakan pupuk urea dan pupuk organik yang dihasilkan oleh sapi.

6.2 Sapi Gemukan
Sapi yang digemukkan dipelihara sapi berjnis kelamin jantan. Sapi gemukan dipelihara sampai berusia 6 bulan. Bulan-bulan awal diberikan rumput dan bulan-bulan selanjutnya diberikan rumput dan konsentrat karena Karena hail penelitian di Institut Pertanian Bogor, sapi Bali dengan berat awal 250 kg dibagi dalam 2 tahap perlakuan pakan. Tahap pertama diberikan rumput selama 3 bulan, diikuti pemberian campuran rumput dan konsentrat selama 154 hari, secara nyata meningkatkan berat badan sebanyak 50 kg.

6.3 Pertenakan Sapi
Sapi-sapi betina yang siap dibuahi akan diternakkan. Sapi-sapi yang dipelihara akan diternakkkan sehingga sapi-sapi bsa dibudidayakan.

6.4 Pengolahan kotoran sapi
Kotoran yang dihasilkan sapi akan dijadikan pupuk organik, dimana kotoran yang dihasilkan ditampung pada tempat penampungan. Kotoran ini didiamkan hingga menjadi pupuk. Pupuk organik yang dihasilkan akan digunakan sebagai pupuk untuk tanaman rumput.

6.5 Pemenuhan Kebutuhan Air
Posisi lokasi usaha ternak sapi sangatlah dekat dengan sungai, jadi untuk memperoleh air hanya memerlukan pipa sepanjang 200 meter dan dipasang keran, air ini yang digunakan untuk minuman ternak dan memandikan ternak.


BAB VII
JARINGAN DAN PASAR
7.1 Analisis
a. Keuntungan
Keuntungan dari usaha ternak ini adalah:
1. Lahan milik sendiri, sehingga tidak perlu membayar kontrak lahan
2. Keadaan geografis tempat yang sangat strategis

b. Kelemahan
1. Modal yang pas-pasan

BAB VIII
PENGEMBANGAN KE DEPAN

8.1 Bidang Ekonomi
Membantu memperbaiki perekonomian pedesaan dengan menambah lapangan kerja di dunia peternakan.


8.2 Bidang Sosial
a. Membantu masyarakat dalam penyediaan daging sapi
b. Menciptakan lapang kerja
c. Membantu pemerintah dari kelangkaan daging sapi

8.3 Teknologi
a. Pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk organik yang sangat bermaanfaat bagi masyarakat sebagai pupuk untuk kebun mereka, seperti kebun salak yang banyak terdapat di daerah Karangasem.

8.4 Rencana Jangka Panjang
Menjadi pusat ternak sapi di daerah pedesaan, khususnya Desa Selat, Karangasem.

Selat, 4 Juni 2011
Pemilik Usaha

Ni Komang Juniawati