Pengaruh Lemak Terhadap kesehatan

Selasa, 27 September 2011

Analisis Sperma (bahan laporan)

Analisa Sperma
PEMERIKSAAN ANALISA SPERMA

1. Penerangan dan cara penampungan sperma manusia
Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk memberikan penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut mengenai maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk menjelaskan cara pengeluaran dan penampungan sperma tersebut. Penerangan mengenai cara pengeluaran, penampungan dan pengiriman sperma ke laboraturium. Sebelum pemeriksaan dilakukan sebaiknya pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Melakukan abstinensia selam 3 – 5 hari, paling lama selama 7 hari.
b. Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus dikeluarkan di laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di laboraturium paling lambat 2 jam dari saat dikeluarkan.
c. Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang bersih dan steril ( jangan sampai tumpah ), Kemudian botol ditutup rapat-rapat dan diberi nama yang bersangkutan.
d. Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di serahkan pada petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus diperiksa sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak antara waktu 1-2 minggu. Analisis sperma sekali saja tidak cukup karena sering didapati variasi antara produksi sperma dalam satu individu.
e. Sperma dikeluarkan dengan cara : rangsangan tangan (onani/masturbasi), bila tidak mungkin dapat dengan cara rangsangan senggama terputus (koitus interuptus) dan jangan ada yang tumpah.
f. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik atau kondom.

1.1 Beberapa cara memperoleh sperma

a. Masturbasi / Onani
Cara ini merupakan methode yang paling dianjurkan untuk memperoleh sperma, biasanya dengan tangan (baik tangan sendiri maupun tangan istrinya) atau dengan suatu alat tertentu. Kebaikan cara ini menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung sperma, menghindari dari pencemaran sperma dengan zat-zat yang lain.

b. Coitus Interuptus ( CI )
Adalah melakukan persetubuhan secara terputus, hal ini kurang baik dianjurkan sebab :
 Memungkinkan sperma dapat tercampur dengan cairan vagina, sehingga banyak mengandung epitel, leukosit, eritosit, bakteri, parasit, jamur dll.
 Dalam jumlah penampungannya kurang, karena sperma sebagian dapat mesuk ke vagina. Disamping itu terjadi kesalahan pada pemeriksaan PH dan konsentrasi.

c. Coitus Condomatosus
Pengeluaran sperma dangan cara ini dilarang dan sangat tidak diperkenankan. Karena sebagian besar karet kondom mengandung bahan spermiacidal, yaitu bahan yang dapat mematikan sperma

d. Reflux poscital
Adalah suatu cara Coitus dimana setelah sperma keluar dan masuk kevagina, sperma tersebut dibilas demga pz atau cairan lainnya. Hal ini akan timbul kekeliruan dalam volume konsentrasi dan viskositas.

e. Massage prostat
Adalah suatu cara pengeluaran dengan cara memijat kelenjar prostat lewat rectum, disini jelas akan timbul kekeliruan dalam penafsiran pH, konsentrasi dan sebagainya yang keluar adalah cairan prostat.
Jadi cara memperoleh sperma yang paling baik adalah dengan onani meskipun faktor psikis ada pengaruhnya. Hal ini dapat terjadi pada orang desa, orang tertentu yang tidak bisa melakukan onani atau orang yang tidak mengerti tentang onani.
Biasanya orang kota lebih gampang dari pada orang desa, orang muda lebih mudah dari pada orang tua, orang yang tidak di sunat lebih gampang daripada orang yang di sunat, juga pengaruh religius.
Cara memperoleh sperma sebagai pilihan kedua adalah dengan cara Coitus Interuptus bila alasan religius cara pertama tidak memungkinkan.


1.2 Tempat Penampung Sperma

Sebenarnya semua alat boleh dipakai asalkan tempat tersebut tidak mengandung spermatotoxic. Sperma sangat tidak dianjurkan ditampung pada tempat-tempat yang terbuat dari :
1. Logam, sebab logam bisa mengganggu muatan listrik dan sperma, sehingga pergerakannya tergaggu.
2. Plastik sebab plastik umumnya mengandung gugus fenol (C6H5OH) sehingga sperma akan rusak.
Pada umumnya tempat yang digunakan menampung sperma terbuat dari gelas yang bersih . tidak mengandung spermatotoxic. Tetapi sperma dilarang ditempat yang terbuat dari :
» Tempat penampung sperma dianjurkan ditampung pada tempat yang terbuat dari bahan yang tidak bereaksi apa-apa.
» Tempat penampung sperma harus bermulut lebar supaya muat pada penis.
» Tempat diberi penutup agar tidak terkontaminasi
» Ukuran tempat penampung sperma 50 ml – 100 ml.

2. Pelaksanaan Analisa Sperma
Spermiogram memuat data-data tentang :
1. Volume sperma.
2. Bau.
3. pH
4. Warna.
5. Liquefaction.
6. Viskositas.
7. Aglutinasi.
8. Jumlah sperma / lapangan pandang.
9. Pergerakan spermatozoa.
10. Leucocyte.
11. Fruktosa.



2.1. Analisa sperma Secara Makroskopis
Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan ini akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20 menit. Peristiwa ini dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction).
Liquefaction terjadi karena daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim. Pemeriksaan makroskopis antara lain meliputi :

a. Pengukuran Volume
Dilakukan setelah sperma mencair, cara kerja :
ξ Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut lebar untuk sekali ejakulasi
ξ Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml.
ξ Kemudian baca hasil.
Volume normal sperma belum jelas sampai sekarang, disebabkan lain bangsa lain volume. Bagi orang indonesia volume yang normal 2 – 3 ml. Volume yang lebih dari 8 ml disebut Hyperspermia, Sedangkan yang kurang dari 1 ml disebut Hypospermia.

Hypospermia disebabkan oleh :
 Ejakulasi yang berturut-turut
 Vesica seminalis kecil ( buntu cabstuksi )
 Penampung sperma tidak sempurna

Hyperspermia disebabkan oleh :
 Kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis terlalu giat.
 Minum obat hormon laki – laki.

Kesan volume ini menggambarkan kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis.

b. PH
Sperma yang normal tidak banyak berbeda dengan pH darah, untuk mengukur pH cukup dengan menggunakan kertas pH kecuali dalam satu penelitian dapat digunakan pH meter. Cara kerjanya :
Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang terdapat dalam botol penampung, baca hasil. Sperma yang normal pH menunjukan sifat yang agak basa yaitu 7,2 – 7,8. pengukuran sperma harus segera dilakukan segera setelah sperma mencair karena akan mempengaruhi pH sperma. Juga bisa karena sperma terlalu lama disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidak dihasilkan amoniak ( terinfeksi oleh kuman gram (-), mungkin juga karena kelenjar prostat kecil, buntu, dan sebagainya.
pH yang rendah terjadi karena keradangan yang kronis dari kelenjar prostat, Epididimis, vesika seminalis atau kelenjar vesika seminalis kecil, buntu dan rusak.

c. Bau Sperma
Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik, untuk mengenal bau sperma, seseorang harus telah mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Sekali seorang telah mempunai engalaman, maka ia tidak akan lupa akan bau sperma yang khas tersebut. Baunya Sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat.


Cara pemeriksaannya :
ξ Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium baunya
ξ Dalam laporan bau dilaporkan : khas / tidak khas
Dalam keadaan infeksi sperma berbau busuk / amis. Sacara biokimia sperma mempunyai bau seperti klor / kaporit.

d. Warna sperma
Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa kekeruhan, sperma yang normal biasanya berwarna putih keruh seperti air kanji kadang-kadang agak keabu-abuan. Adanya lekosit yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan warna sperma menjadi putih kekuningan. Adanya perdarahan menyebabkan sperma berwarna kemerahan.
Cara kerja :
Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar belakang warna putih menggunakan penerangan yang cukup.

e. Liquefection
Liquefaction dicheck 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan). Dapat dilihat dengan jalan melihat coagulumnya.
Bila setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat ada gangguan (semininnya jelek).
Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin :
Tak mempunyai coagulum oleh karena saluran pada kelenjar vesica seminalis buntu atau memang tak mempunyai vesika seminalis.

f. Viskositas (Kekentalan)
Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likuifaksi sperma sempurna. Pemeriksaan viskositas ini dapat dilakukan dengan dua cara :

 Cara subyektif
Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian ditarik maka akan terbentuk benang yang panjangnya 3 – 5 cm. Makin panjang benang yang terjadi makin tinggi viskositasnya.


 Cara Pipet Elliason
Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering. Mengukur vikositas dengan menggunakan pipet elliason. Prosedurnya cairan sperma dipipet sampai angka 0,1, kemudian atas pipet ditutup dengan jari. Setalah itu arahkan pipet tegak lurus dan stopwath dijalankan, jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan hitung waktunya dengan detik. Vikositas sperma normal < 2 detik. Semakin kental sperma tersebut semakin besar vikositasnya. Hal ini mungkin disebabkan karena :
- Spermatozoa terlalu banyak
- Cairannya sedikit
- Gangguan liquedaction
- Perubahan komposisi plasma sperma
- Pengaruh obat-obatan tertentu.

g. Fruktosa Kualitatif
Fruktosa sperma diproduksi oleh vesica seminalis. Bila tidak didapati fruktosa dalam sperma, hal ini dapat disebabkan karena
- Azospermia yang disebabkan oleh agenesis vas deferens
- Bila kedua duktus ejakulatorius tersumbat
- Kelainan pada kelenjar vesika seminalis
Cara pemeriksaan fruktosa :
- 0.05 ml sperma + 2 ml larutan resolsinol ( 0.5 % dalam alkohol 96% ) campur sampai rata.
- Panaskan dalam air mendidih 5 menit.
- Bila sperma mengandung fruktosa maka campuran diatas menjadi merah coklat atau merah jingga.
- Bila tidak ada fruktosa maka tidak menjadi perubahan warna.
Pemeriksaan fruktosa kualitatif ini harus merupakan pemeriksaan rutin pada sperma azoospermia

2.2 Analisa Sperma Secara Mikroskopik

Sebelum pemeriksaan mikroskopik, sperma tersebut harus diaduk dengan baik, untuk pemeriksaan mikroskopik maka 1 tetes sperma, diameter sekitar 2 – 3 mm, diletakan diatas gelas objek yang bersih dan kemudian ditutup dengan gelas penutup, Setelah itu siap di periksa dibawah pembesaran 100 X atau 400-600 X.

1. Jumlah Sperma Perlapang Pandang / Perkiraan densitas sperma
Sebelum menentukan atau menghitung konsentrasi sperma perlu dilakukan perkiraan kasar jumlah sperma agar dapat menentukan prosedur pengenceran yang akan digunakan dan untuk mempersiapkan sediaan apus untuk analisis morfologi.
Cara Pemeriksaanya :
- Diaduk sperma hingga homogen
- Diambil 1 – 3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass lalu ditutup dengan cover glass(ukuran standar)
- Kemudian dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 X
- Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang pandang
Misalnya dihitung berturut-turut : lapang pandang
I = 10 Spermatozoa
II = 5 Spermatozoa
III = 7 Spermatozoa
IV = 8 Spermatozoa
Disini dalam laporan dituliskan terdapat 5 – 10 spermatozoa perlapang pandang. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 5 – 10 juta/ml
Kalau spermatozoanya banyak dihitung perkwadran (1/4 lapang pandang)
Misalnya ¼ Lapang pandang = 50 spermatozoa, jadi perlapang pandang 200 spermatozoa. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 200 juta/ml
Kalau dilihat perlapang pandang didapatkan nol spermatozoa maka tidak usah dilakukan pemeriksaan konsentrasi, jadi disini menghemat tenaga dan reagensia, bila didapatkan nol spermatozoa disebut Azoospermia.
Azoospermia dapat disebabkan oleh karena :
- Testisnya kecil atau rusak
- Salurannya testis buntu (obstruksi)
- Vasectomy bila diperlukan untuk check up
Apabila Azoospermia, ini menggambarkan operasi vasectomy tersebut berhasil dan ini sangat menggembirakan pasien
- Over dosis Androgen dan corticosteroid

2. Pergerakan Sperma
Pada pemeriksaan perlapang pandang sekaligus kita memeriksa pergerakan spermatozoa dalam memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya diperiksa setelah 20 menit karena dalam waktu 20 menit sperma tidak kental sehingga spermatozoa mudah bergerak akan tetapi jangan lebih dari 60 menit setelah ejakulasi sebab dengan bertambahnya waktu maka :
- spermatozoa akan memburuk pergerakannya.
- pH dan bau mungkin akan berubah .
spermatozoa yang bergerak baik adalah gerak kedepan dan arahnya lurus, gerak yang kurang baik adalah gerak zig-zag, berputar-putar dan lain-lain
- Jangan sekali-kali menyebut spermatozoa itu mati yang betul adalah spermatozoa tidak bergerak
- Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (20OC - 25 OC).

Perhitungan :
Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian dihitung yang bergerak kurang baik, lalu yang bargerak baik misal :
- yang tidak bergerak = 25%
- yang bergerak kurang baik = 50%
- yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25%
Prosentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat (umumnya kelipatan 5 misalnya : 10%,15%, 20%)
Kalau sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma (banyaknya sperma yang hidup) sebab sprermatozoa yang tidak bergerakpun kemungkinan masih hidup.

Sebab menurunnya motilitas spermatozoa
 Dilakukan pemeriksaan yang terlalu lama sejak sperma dikeluarkan.
 Cara penyimpanan sampel yang kurang baik.


3. Perhitungan Jumlah Sperma
Perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan mengunakan metode hemositometer atau ”electronic coulter counter”. Metode hemositometer lebih sering digunakan untuk sperma yang mempunyai perkiraan spermatozoa yang sangat rendah (misalnya 10 juta/ml) atau pemeriksaan sperma yang memerlukan penentuan jumlah dengan segera. Metode hemositometer ini dipergunakan di sebagian besar negara.
Sperma yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1 :10, 1:20,1:50,atau 1:100 tergantung pada perkiraan jumlah spermatozoa yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagai pengencer berisi 50 gr NaHCO3, 10 ml 35% formalin, 5 ml cairan gentian violet pekat dan aquadestilita sampai 1000 ml. Pewarnaan tidak diperlukan bila dipergunakan mikroskop fase kontras. Perlu digunakan 2 pengenceran untuk setiap sperma. Meskipun sering digunakan pipet leukusit tidak cukup tepat untuk digunakan sebagai alat pengenceran dan karena itu disarankan sebagai alat pengenceran dipergunakan pipet mikro modern (10, 50, 100 atau 200ul). Sperma yang diencerkan harus diaduk lebih dahulu dan segera dipindahkan ke hemositometer (kamar hitung Neubauer) yang telah ditutup dengan gelas penutup.
hemositometer ini diletakan kamar lembab selama 15 menit sampai 20 menit agar semua sel mengendap kemudian dihitung dibawah mikroskop cahaya atau mikroskop fase kontras dan pembesaran 100 atau 100X spermatozoa (sel benih yang matang yang mempunyai ekor yang dihitung). Perbedaan antara jumlah sperma dari kedua pengenceran tadi tidak boleh lebih dari 10 % pada sperma yang mempunyai densitas rendah atau 20% pada sperma yang mempunyai densitas tinggi (> 60 juta/ml).
Perlu dipahami bahwa yang disebut konsentrasi sperma adalah jumlah spermatozoa/ml sperma. Sedangkan jumlah spermatozoa total ialah jumlah spermatozoa dalam ejakulat.
Prosedur perhitungan spermatozoa dengan menggunakan hemositometer (kamar hitung Neubauer) adalah sebagai berikut :
Hitung jumlah sperma dengan objek 40 x pada daerah leukosit, cukup satu bidang saja (tidak perlu 4 bidang)

Kamar hitung Neubeur untuk menghitung spermatozoa

Perhitungan :
Luas = 1 mm2
Tinggi = 0,1 mm
Vol = 0,1 mm3
Jumlah sperma dalam 1 mm3 = 1/0,1 X pengenceran X N
= 10 X N X pengenceran
= 10 N X Pengenceran /mm3
Jumlah spermatozoa / cc = 10 N X Pengenceran x 1000

N = Jumlah sperma yang dihitung dalam kotak W

4. Morfologi
Pemeriksaan morfologi berdasarkan kepala dari spematozoa dapat dilakukan dengan cara :
Membuat preparat hapusan diatas obyek glass keringkan selama 5 menit, lalu di fixasi dengan larutan metilalkohol selama 5 menit, kemudian selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan larutan giemsa, wright, atau zat warna yang lain menurut kesukaan sendiri.
Bentuk Normal :
 Bentuk oval



Bentuk spermatozoa abnormal :
 Bentuk Piri ( Seperti buah pir )




 Brntuk terato ( tidak beraturan dan berukuran besar )




 Bentuk lepto ( ceking )





 Bentuk Mikro ( Kepala seperti jarum pentul )






 Bentuk Strongyle ( seperti larva stongyloides )






 Bentuk Lose Hezel ( Tanpa kepala )



 Bentuk Immature ( spermatozoa belum dewasa, terdapat cytoplasmic )


Cytoplasmic droplet

Arti klinik
1. Banyak kepala normal / oval berarti fungsi testis baik
2. banyak bentuk bukan oval fungsi testis jelek
3. banyak sel imatur, epidemis banyak gangguan.
Misalnya : radang varicocle atau abstinensia seksualitasnya kurang lama.

5. Lekosit
Leukosit di laporkan per lapang pandang seperti halnya dalam sedimen urin, misalnya 3 – 8 perlapang pandang. Jumlah lekosit yang besar erat hubunganya dengan infeksi organ – organ spermiogenesis.

2.3. Analisa Sperma Secara Kimia
Pemeriksaan kimia terbatas pada perhitungan kadar fruktosa, nilai normal fruktosa adalah : Fruktosa tersebut berasal dari vesiculze Seminalis
Cara pemeriksaan Fruktosa :

Regensia :
1. Larurtan Ba(OH)2 0,3N
2. Larutan Zn SO4 0,175M
3. Larutan Resorcinol 0,1% dalam 100ml alkhohol 95%.
4. Standar fruktosa stock 50 mg fruktosa larut dalam 100 ml asam benzoat 0,2 %
Standar fruktosa 1 ml standar fruktosa stock diencerkan dengan H2O 100ml.
Konsentrasi 200 mg fruktosa / dalam mani.

Prosedur Kerja
1. Lakukan diproteinsasi mani yang akan diperiksa dengan terlebih dahulu mengencerkan 0.1 ml mani dengan 2.9 ml air. Kemudian tambah 0.5 ml larutan Ba(OH)2 campur tambahan 0.5 ml Zn SO4. kemudian dicentrifuqe.
2. Sediakan 3 tabung , satu tabung Tt (test) S (standar) dan B (banko)
Tabung T diisi 2 ml cairan pada langkah 1
Tabung S diisi 2 ml sebagai fruktosa
Tabung B diisi 2 ml aquadest
3. Ketiga tabung ditambah masing - masing 2 ml recorcinol dan 6 ml HCl
4. Campur isi tabung, panasi dalam weter bath 900 C selama 10 menit
5. Baca aboubusi T terhadap S pada 490 mm dengan spektrofotometer
6. Hitung kadar fruktosa dengan rumus AT / AS x 200 = mg/dl
Kadar Fruktosa sperma normal : 120 – 450 mg/dl


3. Interprestasi Hasil Analisa Sperma

ISTILAH Jumlah
Spermatozoa
(juta/ml) Motil
Normal
(%) Morfologi
Normal
(%)
1 Normozoospermia > 20 > 80 > 50
2 Oligozoospermia < 20 > 50 > 50
3 Ekstrim Oligozoospermia < 50 > 50 > 50
4 Asthenozoospermia > 20 < 50 > 50
5 Teratozoospermia > 20 > 50 < 50
6 Oligo Asthenozoospermia < 20 < 50 > 50
7 Oligi Astheno Teratozoospermia < 20 < 50 < 50
8 Oligo Teratozoospermia < 20 > 50 < 50
9 Astheno Teratozoospermia > 20 < 50 < 50
10 Polizoospermia > 250 > 50 > 50
11 Azoospermia Bila tidak ada spermatozoa dalam cairan sperma
12 Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup
13 Aspermia Tidak ada cairan semen yang keluar saat ejakulasi


sumber : http://infoanalis.blogspot.com/2009/01/analisa-sperma.html

Analisis Sperma pada Infertilitas Pria
Sekitar 10% dari pasangan suami-istri mengalami infertilitas 1,2,3,4. Faktor peyebab infertilitas berasal dari suami, istri, atau keduanya. Faktor lain dari kedua belah pihak sebesar 30--40%. Menurut penelitian yang dilakukan Lim dan Ratnam, faktor penyebab yang berasal dari suami sebesar 33%, sedangkan hasil penelitian WHO pada 1989 sebesar 40%. Penelitian yang dilakukan Arsyad terhadap 246 pasangan infertil di Palembang menunjukkan infertilitas yang disebabkan faktor pria sebesar 48,4%2.
Laboratorium klinik sangat berperan dalam diagnosis dan penatalaksanaan pria infertil1. Pemeriksaan laboratorium yang merupakan tulang punggung laboratorium andrologi dan laboratorium rumah sakit atau Assisted Reproductive Technology (ART) adalah analisis sperma dan pemeriksaan hormon1,3,4.
Analisis sperma dipakai untuk diagnosis evaluasi pre/post terapi medikal maupun surgikal infertilitas pria. Analisis sperma dipakai juga di laboratorium forensik guna penanggulangan kasus perkosaan, kasus penolakan orangtua terhadap bayinya, dan untuk menyaring pengaruh bahan racun/obat yang toksik pada organ reproduktif. Saat ini, banyak diminta pemeriksaan DNA untuk penanggulangan perkosaan4.
Dibukanya pusat-pusat pendidikan spesialis andrologi di beberapa universitas di Indonesia menghasilkan produk spesialis andrologi. Jumlah lulusannya meningkat, terutama di kota-kota besar. Keberadaan dokter spesialis ini memerlukan pengembangan pelayanan laboratorium klinik, khususnya bidang analisis sperma untuk melayani kebutuhannya. Dengan demikian, pada masa mendatang diramalkan permintaan analisis sperma akan meningkat.
Penulisan makalah ini bertujuan mencari kejelasan metode yang dipakai pada analisis sperma dan bagaimana strategi penggunaan analisis sperma, baik laboratorium analisis sperma rutin maupun laboratorium khusus untuk penatalaksanaan ART.
Definisi
Sebelum membahas lebih jauh mengenai peranan analisis sperma pada infertilitas pria, perlu dipahami dulu definisi dan pengertian dasar infertilitas. Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan bayi hidup serta kemampuan suami menghamilkannya3. Pasangan infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologik yang tidak menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup2,3. Pasangan suami istri disebut infertilitas primer jika istri belum berhasil hamil walaupun bersanggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut3. Disebut pasangan infertilitas sekunder jika istri pernah hamil, akan tetapi tidak berhasil hamil lagi walaupun bersanggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut2,3. Adapun infertilitas idiopatik adalah bentuk infertilitas, yang setelah pemeriksaan lengkap kedua pasangan dinyatakan normal, dan ditangani selama 2 tahun tidak juga berhasil hamil. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan dasar infertilitas, HSG, uji pasca-sanggama, laparoskopi berikut hidrotubasi, dan sekurang-kurangnya 2 kali analisis sperma.
Kenyataan idiopatik pada tahap klinik ini dipertegas lagi dengan serangkaian uji imunologik dan uji fertilisasi in vitro (FIV) atau uji fertilisasi in vivo (secara TAGIT). Jika dengan cara-cara terakhir ini tetap gagal dan analisis sitogenetik dari gamet yang gagal difertilisasi atau zigot yang gagal berkembang menunjukkan hasil yang normal, maka keadaan inilah yang dikatakan sebagai keadaan idiopatik yang sesungguhnya3.
Kemajuan andrologi juga mempermudah klasifikasi penyebab infertilitas pria. Penyebab infertilitas pria diklasifikasikan berdasarkan gangguan produksi sperma, gangguan fungsi sperma, gangguan transportasi sperma, dan penyebab idiopatik2,6. Gangguan produksi sperma bisa terjadi pratestis, misalnya hipogonadisme, kelebihan estrogen, kelebihan androgen, kelebihan glukokortikoid, dan hipotiroidisme. Bisa terjadi pula di daerah testis, misalnya gangguan maturasi, hipospermatogenesis, sindroma sel sertoli, sindroma Klinefelter, kriptorkidisme, orkhitis, dan lain-lain. Kelainan di luar organ testis seperti varikokel dan hidrokel menyebabkan gangguan produksi sperma2.
Sebab infertilitas pria yang lain adalah gangguan fungsi sperma. Keadaan ini bisa disebabkan adanya pyospermia, hemospermia, adanya antibodi anti sperma, nekrozoospermia, dan astenozoospermia2,6.
Selain hal tersebut, infertilitas pria bisa disebabkan oleh gangguan transportasi sperma, antara lain kelainan anatomi dari saluran-saluran yang dilewati sperma. Kelainan anatomi itu bisa berupa agenesis vas deferens maupun vesika seminars, hipospadia dan epispadia, obstruksi vas deferens/epididimis yang bisa disebabkan TB epididimis, gonokokal epididimis, pasca trauma, klamidial epididimis, serta mikoplasma epididimis. Kelainan anatomi didapat bisa karena tindakan vasektomi2,6.
Pemeriksaan Laboratorium Analisis Sperma
World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan petunjuk laboratorium analisis sperma sejak 1980. Kemudian dilakukan perbaikan edisi pada 1987 dan 1992. Edisi terbaru adalah edisi keempat tahun 1999. Pada edisi terakhir ini diperkenalkan prosedur laboratorium analis sperma standar untuk menetapkan diagnosis pria infertil, pengembangan pelayanan inseminasi buatan, pengembangan penelitian dan kemungkinan kontrasepsi pria, kemungkinan efek samping dari toksin maupun polutan lain, serta kedokteran forensik8.
Petunjuk laboratorium analis sperma edisi terbaru WHO 1999 sangat diperlukan karena berguna dalam pengembangan andrologi. Di dalamnya memuat jaminan kualitas pemeriksaan laboratorium yang ditingkatkan, pengembangan tes fungsi sperma, pemeriksaan semen otomatis, keberhasilan uji-coba WHO pada metode hormonal untuk kontrasepsi pria, perhatian terhadap toksin di lingkungan sekitar yang menyebabkan gangguan fertilitas pria berupa penurunan jumlah sperma dan frekuensi gangguan saluran kelamin, diakuinya penyebab genetik pada infertilitas pria, dan pengembangan besar pada menejemen infertilitas pria dengan infra cyloplusmic sperm injection (ICSI) 8.
Petunjuk laboratorium analisis sperma WHO 1999 secara umum berisi tentang: (1) Prosedur standar pemeriksaan semen yang meliputi deskripsi plasma semen, konsentrasi sperma, motilitas, morfologi, hitung sel selain sperma, dan tes antibodi yang melapisi sperma; (2) Jenis-jenis tes pilihan yang tidak rutin dilakukan, tetapi tergantung kebutuhan; (3) Jenis tes riset yang digunakan dalam laboratorium riset andrologi; (4) Garis besar teknik-teknik memisahkan sperma; (5) Cara melakukan kontrol kualitas laboratorium andrologi; (6) Metode yang lebih detail tentang tes interaksi mukus servikalis dengan sperma; (9) Tambahan-tambahan tentang nilai rujukan analisis sperma, petunjuk teknik pewarnaan sperma, persiapan tes immunobead, dan biokimia semen.
Perubahan besar dan modifikasi yang ada pada petunjuk laboratorium analisis sperma WHO 1999 ini adalah: Pertama, tentang kesalahan penghitungan dari aspek statistik (statistical aspects of counting errors). Saat ini direkomendasikan penghitungan 200 sperma dua kali untuk menghitung konsentrasi sperma, motilitas, dan morfologi. Dengan adanya peningkatan jumlah sperma yang dihitung (sebelumnya 100 sperma), akan memperbaiki akurasi hasil pemeriksaan. Kedua, tentang penghitungan motilitas sperma berdasarkan bergerak tidaknya dan kecepatan sperma bergerak. Diketahui panjang kepala sperma 5 ìm dan panjang ekor sperma 50 ìm. Jika sperma bergerak dengan kecepatan 5 kali panjang kepala sperma atau setengah kali panjang ekor sperma maka diperkirakan kecepatan sperma adalah 25 ìm/detik. Metode ini memiliki reprodusibilitas yang lebih baik daripada metode yang direkomendasikan sebelumnya8. Ketiga, tentang perubahan penilaian morfologi sperma yang lebih sederhana. Sebelumnya analisis harus mengidentifikasi dan menghitung bentuk-bentuk abnormal sperma selain bentuk normalnya. Saat ini hanya menentukan bentuk normal dan abnormal, tanpa harus menghitung detail dari bentuk-bentuk abnormal sperma. Keempat, tentang kontrol kualitas analisis sperma. Kontrol kualitas analisis sperma diperlukan untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan sistematik serta variabilitas yang tinggi. Aktivitas kontrol kualitas disiapkan dengan satu laboratorium rujukan sebagai kontrol kualitas interna. Penetapan kualitas eksterna didasarkan pada hasil evaluasi sampel yang sama yang dievaluasi di beberapa laboratorium.
Pengambilan Sampel
Sebelum diambil, penderita diberi penjelasan tertulis tentang tatacara pengumpulan dan membawa semen ke tempat pemeriksaan. Semen diambil setelah abstinensi sedikitnya 48 jam dan tidak lebih lama dari tujuh hari. Nama, masa abstinensi, dan waktu pengambilan dicatat pada formulir yang dilampirkan pada setiap semen yang akan dianalisis. Untuk evaluasi awal, dilakukan pemeriksaan dua sediaan. Waktu antara kedua pemeriksaan tersebut bergantung pada keadaan setempat, tetapi tidak boleh kurang dari tujuh hari atau lebih dari tiga bulan. Semen diantar ke laboratorium dalam waktu satu jam sesudah dikeluarkan. Semen sebaiknya diperoleh dengan cara masturbasi dan ditampung dalam botol kaca bermulut lebar. Semen dilindungi dari suhu yang ekstrim selama pengangkutan ke laboratorium (suhu antara 20—400C) 4,7.
Makroskopik
Pertama kali sampel semen datang di laboratorium dilakukan pemeriksaan makroskopik. Semen normal tampak berwarna putih kelabu dan berbau seperti bunga akasia pada pagi hari11. Semen yang berbau busuk diduga disebabkan oleh suatu infeksi2,11. Dalam keadaan normal, semen mencair (liquefaction) dalam 60 menit pada suhu kamar. Dalam beberapa kasus pencairan tidak terjadi secara sempurna dalam 60 menit2,6. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada fungsi kelenjar prostat11. Untuk itu, semen segera diperiksa setelah pencairan atau dalam waktu satu jam setelah ejakulasi4.
Setelah diamati penampilannya, dilanjutkan dengan pengukuran volume semen. Volume semen diukur dengan gelas ukur atau dengan cara menghisap seluruh semen ke dalam suatu semprit atau pipet ukur. Nilai normal >/2,0 ml2,6. Jika volume semen terlalu sedikit maka tidaklah cukup untuk menetralkan keasaman suasana rahim. Dengan demikian, sperma yang berada di rongga rahim akan segera mati sehingga kehamilan tidak terjadi11. Volume dianggap abnormal jika semen < 2,0 ml.
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan melihat konsistensinya. Untuk mengetahui konsistensi semen diukur dengan dua cara. Semen yang ada pada semprit diteteskan dari ujung jarum. Jika terjadi gangguan konsistensi maka tetesan membentuk benang yang panjangnya lebih dari 2 cm. Konsistensi juga diukur dengan cara memasukkan tangkai kaca ke dalam semen, kemudian mengamati benang yang terbentuk pada saat tangkai kaca tersebut dikeluarkan. Panjang benang > 2 cm dikatakan abnormal2,4,6. Semen yang terlalu encer maupun terlalu kental kurang baik bagi sperma. Pada semen yang mempunyai konsitensi tinggi, kecepatan gerak sperma akan terhambat. Dengan demikian, akan mengurangi kesuburan pria tersebut. Sebaliknya, semen yang terlalu encer biasanya mengandung jumlah sperma yang rendah sehingga kesuburan juga berkurang11.
Pemeriksaan makroskopik yang lain adalah pemeriksaan pH semen tersebut. Cara mengukur pH semen relatif mudah. Setetes semen disebarkan secara merata di atas kertas pH. Setelah 40 detik, warna daerah yang dibasahi akan merata, kemudian dibandingkan dengan kertas kaliberasi untuk dibaca pH-nya. pH semen normal yang diukur dalam waktu satu jam setelah ejakulasi berada dalam kisaran 7,2 sampai 7,8. Jika pH lebih besar dari 7,8 maka dicurigai adanya infeksi. Sebaliknya, jika pH kurang dari 7 pada semen azoospermia, perlu dipikirkan kemungkipan disgenesis vas deferens, vesika seminal, atau epididimis2,6,9.
Mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik, semen diperiksa morfologi, motilitas, jumlah sperma, adanya sel-sel bukan sperma, dan aglutinasi sperma. Motilitas sperma diperiksa dengan beberapa cara. Dalam beberapa tahun, telah diperkenalkan beberapa cara pemeriksaan ciri gerak sperma manusia yang objektif, termasuk pemotretan jangka waktu (time exposure) dan mikrografi komputer yang menggunakan kamera video serta cara-cara menggunakan teknologi laser7.
Cara klasifikasi sederhana yang biasa dipakai adalah bahan semen satu tetes dibubuhkan pada slide dan ditutup dengan gelas penutup. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop biasa, pembesaran 400 kali, kondensor diturunkan, cahaya minimal, atau memakai mikroskop fase kontras. Pemeriksaan dilakukan pada suhu kamar4.
Lapangan pandang diperiksa secara sistematik dan motililas sperma yang dijumpai dicatat. Kategori yang dipakai untuk mengklasifikasi motilitas sperma disebut (a), (b), (c), (d), dan didefinisikan sebagai berikut1,3,22: Kategori (a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka. Kategori (b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus. Kategori (c) jika tidak bergerak maju. Kategori (d) jika sperma tidak bergerak. Biasanya empat sampai enam lapangan pandang yang diperiksa untuk memperoleh seratus sperma secara berurutan yang kemudian diklasifikasi sehingga menghasilkan persentase setiap kategori motilitas. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang dengan tetesan sperma kedua yang diperlakukan dengan tatacara sama.
Pemeriksaan mikroskopik berikutnya adalah memeriksa jumlah sperma. Pemeriksaan dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara kasar dan penghitungan dalam kamar hitung. Penentuan secara kasar dilakukan dengan menghitung jumlah spermatozoa rata-rata pada beberapa lapangan pandang pembesaran objektif 40 kali, kemudian mengalikan angka tersebut dengan 106. Jika ada 40 sperma/lapangan maka jumlah sperma secara kasar kira-kira 40 juta/ml2,4,6.
Setelah menghitung jumlah sperma secara kasar, dilanjutkan pemeriksaan selular yang bukan sperma. Elemen bukan sperma juga dilihat antara lain sel epitel gepeng dari saluran uretra, sel spermatogenik, dan lekosit. Jumlah sel tersebut ditaksir dalam setiap lapangan pandangan pada sediaan basah seperti penghitungan jumlah sperma4.
Jika jumlah sel tersebut melebihi 1 juta/ml atau satu setiap lapangan pandangan dengan pembesaran objektif 40 kali, dilakukan pemulasan khusus untuk membedakan antara lekosit yang peroksidase positif dengan sel lain. Jika lekosit lebih dari 1 juta/ml mungkin perlu pemeriksaan untuk menentukan apakah orang tersebut menderita infeksi. Walaupun tidak ada sel lekosit, tidak mengesampingkan kemungkinan infeksi4.
Pada pemeriksaan mikroskopik berikut diperiksa adanya aglutinasi. Aglutinasi sperma berarti bahwa sperma motil saling melekat kepala dengan kepala, bagian tengah dengan bagian ekor, atau campuran bagian tengah dengan bagian ekor. Melekatnya sperma yang tidak motil atau motil pada benang mukus atau pada sel bukan sperma tidak boleh dicatat sebagai aglutinasi. Adanya aglutinasi merupakan petunjuk, tetapi bukan pasti akan adanya faktor imunologi sebagai penyebab infertilitas. Aglutinasi tidak tergantung banyaknya. Beberapa kelompok kecil sperma yang beraglutinasi sudah dianggap positif. Adanya aglutinasi pada analisis sperma perlu dikonfirmasi dengan uji imunologi MAR4.
Uji Biokimiawi
Uji biokimiawi dilakukan bila ada kelainan mikroskopik dan makroskopik. Uji biokimia menunjuk kepada fungsi kelenjar asesori, yaitu asam sitrat, gamma glutamil transpeptidase, dan fosfatase asam untuk kelenjar prostat. L. karnitin bebas dan alfa glukosidase untuk epididimis. Kadar petanda atau petanda khas yang rendah menggambarkan fungsi sekresi yang kurang baik, sehingga hal tersebut dipakai untuk menilai fungsi kelenjar asesori laki-laki. Suatu infeksi menyebabkan penurunan sekresi yang besar, tetapi nilai yang diperoleh untuk berbagai petanda masih dalam kisaran nilai normal yang besar. Suatu infeksi juga menyebabkan kerusakan pada epitel sekresi sehingga walaupun telah diberi pengobatan, kemampuan sekresi tetap rendah4,7,9.
Uji biokimiawi semen untuk menilai kemampuan sekresi prostat adalah mengukur kadar seng dan asam sitrat. Sekret kelenjar prostat merupakan bagian yang meliputi 15%-30% dari volume total semen. Sekret kelenjar prostat tidak berwarna, bening, dan bersifat asam lemah (pH 6,5), mengandung banyak sekali asam sitrat serta fosfatase asam11. Kadar seng dan asam sitrat memberi ukuran yang bisa dipercaya tentang sekresi kelenjar prostat. Antara seng, asam sitrat, dan asam fosfatase ditemukan korelasi yang baik, tetapi untuk kemudahannya hanya dua uji pertama yang sering dipakai7,9.
Selain pengukuran sekresi prostat, perlu juga dilakukan pemeriksaan kemampuan sekresi vesika seminal. Sekret vesika seminalis ini merupakan komponen yang banyak sekali digunakan untuk indikator dalam menangani kasus infertilitas. Komponen ini pada waktu diejakulasikan berbentuk kental, kaya akan karbohidrat dan protein11. Kemampuan sekresi vesika seminal bisa diketahui dengan pengukuran fruktosa. Penentuan fruktosa penting pada kasus duktus deferens, dan merupakan fraksi yang padat dengan spermatozoa. Cairan epididimis ini mengandung banyak sekali lipid dan glikogen. Di samping itu, mempunyai aktivitas fosfatase asam11. Uji biokimia semen untuk mengetahui kapasitas sekresi epididimis adalah pemeriksaan L karnitin. L karnitin bebas memberikan gambaran tentang fungsi sekresi epididimis7,9.
Uji Imunologi
Pemeriksaan uji imunologi dilakukan karena kecurigaan adanya antibodi pelapis sperma pada semen tersebut. Antibodi-pelapis sperma merupakan tanda khas dan patognomonik untuk infertilitas yang disebabkan faktor imunologi. Antibodi sperma dalam semen tergolong dua kelas imunologi, yaitu IgA dan IgG. Pengujian terhadap antibodi tersebut dilakukan pada semen segar dan menggunakan cara reaksi antiglobulin campuran , yaitu uji MAR (Mixed Antislobulin Reaction) atau cara butir imun (Immunobead) 4.
Uji MAR IgG dilakukan dengan mencampur semen segar dengan butir lateks atau sel eritrosit biri-biri yang dilapisi dengan IgG manusia. Suatu antiserum IgG manusia yang monospesifik kemudian dibubuhkan kepada campuran tersebut. Terbentuknya gumpalan campuran antara butir dan sperma motil merupakan bukti adanya antibodi IgG pada spermatozoa. Diagnosis infertilitas dengan sebab imunologi merupakan suatu kemungkinan jika 40% atau lebih sperma motil mempunyai partikel yang melekat. Kemungkinan infertilitas karena sebab imunologi perlu dipikirkan jika 10--40% sperma motil mempunyai partikel yang melekat. Uji tambahan seperti uji kontak sperma-getah servik (KSGS) dan titrasi antibodi sperma dalam serum akan memperkuat atau menolak diagnosis4.
Pemeriksaan imunologi semen yang lain adalah uji butir imun. Uji butir imun dilakukan untuk mengetahui adanya antibodi yang berada di permukaan sperma. Butir imun merupakan bola poliakrilamida dengan imunoglobulin kelinci-anti imunoglobulin manusia yang terikat secara kovalen. Adanya antibodi IgG dan IgA bisa diteliti sekaligus dengan uji ini4.
Sperma dicuci terlebih dahulu agar terbebas dari cairan semen dengan cara sentrifugasi dan kemudian diresuspensi dalam larutan dapar. Suspensi sperma kemudian dicampur dengan suatu suspensi butir imun. Proporsi sperma dengan antibodi permukaan kemudian ditentukan dan kelas antibodinya (IgG atau IgA) diidentifikasi dengan menggunakan 2 jenis butir imun4.
Jika uji butir imun positif maka perlu dilakukan uji tambahan seperti uji KSGS dan titrasi antibodi sperma dalam serum untuk memperkuat atau menolak diagnosis4.
Uji Mikrobiologi
Uji mikrobiologi dilakukan jika dicurigai ada infeksi mikroba pada semen tersebut. Semen yang akan dibiakkan dikumpulkan dengan melakukan perhatian khusus untuk mencegah kontaminasi. Sebelum mengumpulkan semen, penderita diminta mengeluarkan kencingnya terlebih dahulu. Segera setelah itu , ia mencuci tangannya dan genitalianya dengan sabun, kemudian membilasnya serta mengeringkannya dengan handuk bersih. Botol semen dalam keadaan steril. Biakan plasma semen membantu menegakkan diagnosis infeksi kelenjar asesori, terutama prostat. Biakan semen dilakukan jika penderita menunjukkan tanda atau gejala infeksi kelenjar asesori atau semen mengandung sel darah putih dalam jumlah lebih 1 juta/ml. Hasil biakan diinterpretasi dengan hati-hati. Uji-uji lain seperti pemeriksaan air seni pertama dan kedua serta cairan prostat yang diperoleh melalui pemijatan prostat dan air seni setelah pemijatan prostat, perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis. Juga perlu dilakukan analisis biokimia semen. Pemeriksaan analisis sperma yang diuraikan tersebut masih menggunakan manual.
Otomatisasi
Saat ini telah diperkenalkan suatu alat analisis sperma otomatik menggunakan peralatan komputer (Computer-Aided Semen Analysis = CASA). Beberapa tahun terakhir alat ini telah dipakai. Pemeriksaan analisis sperma dengan CASA dapat menghitung konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan morfologi sperma12. Pengembangan jumlah analisis sperma memungkinkan CASA akan digunakan luas dalam laboratorium analisis semen pada masa yang akan datang8,10.
Prosedur ART
Analisis sperma banyak dipakai pada teknologi bantu reproduksi (ART). ART adalah teknik bidang kedokteran untuk membantu proses reproduksi dengan cara mengatasi hambatan bertemunya spermatozoa dan oosit, sehingga memungkinkan terjadinya konsepsi pada pasangan infertil. Pelaksanaannya diperlukan persiapan sperma dan analisis berulang-ulang. Ada beberapa alasan cukup kuat mengapa sperma harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam ART. Plasma semen mengandung faktor yang dapat mengurangi kemampuan fertilisasi spermatozoa. Plasma semen juga mengandung mikroorganisme dan sel-sel lain seperti lekosit yang mensekresi bahan-bahan yang dapat menghambat fertilisasi. Di samping itu, lebih efisien bila dilakukan inseminasi oosit hanya dengan spermatozoa berkualitas baik dan menyingkirkan yang jelek. Hal yang terpenting adalah pemisahan spermatozoa dari seminal plasma akan menginduksi terjadinya kapitasi.
Tujuan metode persiapan sperma adalah pemisahan spermatozoa motil dari plasma semen, dengan hasil tuaian semaksimal mungkin dan kerusakan pada sel spermatozoa seminimal mungkin. Selain itu, hasil persiapan sperma harus sebersih mungkin dari debris. Beberapa metode persiapan sperma adalah pencucian dan renang atas (PRA), swim up, migration gravity sedimentation, albumin column filtration, kolom bertingkat percoll (KBP), dan teknik migrasi ke samping (TMS). Secara rutin di laboratorium ART, metode persiapan sperma PPA dan KBP digunakan untuk inseminasi intra uterin dan fertilisasi in vitro, sedangkan TMS diperlukan untuk ICSI. Proses PRA berdasarkan kemampuan spermatozoa motil untuk migrasi dari endapan plasma semen menuju lapisan atas medium dan proses KBP untuk pemisahan spermatozoa yang berdasarkan pada filtrasi melalui partikel-partikel kolom percoll. Proses TMS berdasarkan kemampuan spermatozoa motil untuk migrasi secara horizontal.
Salah satu cara dari ART adalah TAGIT (Tandur Alih Gamet Intra Tuba) atau GIFT (Gamet Intra Fallopian Transfer). Prosedur ini mempertemukan sel benih (gamet), yaitu ovum dan sperma dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanul tuba ke dalam bagian ampula. FIV atau bayi tabung adalah usaha fertilisasi yang dilakukan di luar tubuh, di dalam cawan biakan dengan suasana yang mendekati alamiah. Jika berhasil pada saat mencapai stadium morula, hasil fertilisasi ditanduralihkan ke endometrium rongga uterus3. Kedua tindakan ini memiliki indikasi dan syarat-syarat tersendiri. Tandur alih gamet intra tuba indikasinya infertilitas idiopatik, endometriosis ringan, sindroma Rokitansky-Klister-Hauser, tuba satu dengan ovarium kontralateral, infertilitas primer dengan umur di atas 35 tahun, dan oligozoospermia. Syaratnya tuba paten, uterus dan endometrium normal, ovarium berfungsi normal, serta ada sperma yang motil. FIV indikasinya infertilitas primer dengan umur lebih 35 tahun, gagal dengan TAGIT, oklusi tuba bilateral, donasi ovum, sindroma Rokitansky-Kuster-Hauser, infertilitas idiopatik yang gagal dengan TAGIT, dan oligozoospermia. Syaratnya uterus dan endometrium utuh, ovarium masih berfungsi normal, serta ada sperma yang motil3.
Karena dalam program ini diinginkan beberapa ova sekaligus, maka setiap pasien menjalani pemicuan ovulasi. Yang sering dipakai adalah klomifen dan gonadotropin. Pada keadaan tertentu, misalnya haid tak teratur, peninggian kadar gonadotropin (FSH, LH) dengan ovarium yang normal (sindroma ovarium resisten gonadotropin) dapat diberikan analog GnRH lebih dahulu untuk membendung pada tingkat hipotalamus. Kemudian ovulasi dapat dipacu dengan gonadotropin (dalam hal ini lebih baik dipakai FSH murni). Selama pemicuan ovulasi ini, dilakukan pemantauan secara hormonal terhadap kadar LH, E2, maupun dengan ultrasonografi. Apabila telah dicapai folikel matang dengan ukuran garis tengah 18--20mm dan kadar E2 dalam serum mencapai 1000--1500pg/ml, dilakukan penyuntikan hCG. Hal ini diikuti dengan aspirasi folikel untuk memperoleh beberapa ova, 32--35 jam kemudian3. Jika pasien adalah peserta TAGIT maka pada hari aspirasi folikel, 2--3 jam sebelumnya dilakukan pencucian sperma suami. Sperma ini kemudian diambil yang motil saja untuk bersama-sama dengan ova yang diperoleh dimasukkan ke dalam ampul saluran telur per laporoskopi. Jadi, dalam hal ini tidak dilakukan pembuahan di luar tubuh pasien. Diharapkan fertilisasi di ampula dapat terjadi secara alamiah3.
Jika pasien mengikuti program FIV, setelah beberapa ovulasi berhasil diperoleh dengan cara pencucian yang serupa, fertilisasi dilakukan di luar tubuh pasien, yaitu di dalam media biakan. Apabila fertilisasi berhasil maka pada stadium morula (8-12 sel), embrio yang sedang tumbuh itu dipindahkan (ditanduralihkan) ke rongga uterus (endometrium) memakai kanul khusus, pada hari ke 3--5 pasca aspirasi folikel. Selanjutnya, pasien diberi substitusi progesteron untuk memberi dukungan pada korpus luteum, sebelum fungsi produksi diambil alih oleh sel-sel trofoblas dari plasenta.
Pemantauan terhadap kemungkinan kehamilan dilakukan dengan pemeriksaan hCG darah atau urin. Meskipun teknik ini sangat canggih dan rumit, usaha ini belum tentu memberikan keberhasilan. Di pusat-pusat FIV, keberhasilan sekitar 30-35%. Akhir-akhir ini, teknik FIV menjadi titik perhatian karena cukup banyak aspek yang perlu dipikirkan dan cukup banyak disiplin ilmu yang terlibat. Yang lebih penting lagi, cara ini telah melibatkan banyak aspek hukum dan medikolegal3.
Analisis semen merupakan tes yang paling penting untuk menetapkan pria infertil. Karena dari analisis semen didapatkan informasi tentang siklus hormon reproduksi pria, spermatogenesis, dan terbukanya saluran repoduksi pria. Disebut azoospermia jika tidak ada spermatozoa sama sekali pada semen yang mungkin disebabkan pretestikuler, tesitikuler, dan post-testikuler. Oligospermia jika paremeter semen lain normal, kecuali jumlah spermatozoa yang jumlahnya di bawah 40 juta/ejakulat atau 20 juta/ml. Astenozoospermia diindikasikan jika motilitasnya kurang dari 50% yang progresif. Jika abnormalitasnya tunggal, kurang dari 20%, baru dianggap tidak normal. Teratozoospermia jika morfologi abnormal sperma lebih dari 50%. Keadaan ini lebih sering dijumpai sebagai abnormalitas campuran, misalnya oligoastenoteratozoospermia6.
Simpan Beku Sperma
Dalam penyediaan bahan untuk prosedur ART, terutama yang tertunda, diperlukan simpan beku sperma. Simpan beku sperma adalah penyimpanan sperma pada suhu sangat rendah (-1960C) dalam nitrogen cair. Sebelum dilakukan penyimpanan, sperma terlebih dahulu dicampur cryoprotectant. Sperma yang bisa dilakukan simpan beku meliputi sperma normal, sperma sub-normal, misalnya oligozoospermia ataupun sperma dari epididimis, sperma segar (native semen), atau sperma yang sudah disiapkan (washed semen). Semuanya ini memerlukan analisis sperma11.
Lingkup penggunaan simpan beku sperma dalam bidang reproduksi antara lain sebagai langkah profilaksis pada tindakan medis yang memungkinkan terjadinya penurunan kuantitas dan atau kualitas sperma dalam derajat yang bermakna, misalnya penggunaan kemoterapi pada kasus keganasan, tindakan pengamanan sperma sebelum dilakukan vasektomi karena kemungkinan terjadinya antibodi-antisperma (ASA), dan post-vasektomi yang dampaknya akan mengganggu kesuburan. Simpan beku sperma juga dilakukan pada kelainan oligozoospermia dengan cara kolektif sehingga bisa didapatkan tuaian lebih banyak dari pemrosesan beberapa ejakulat. Manfaat lain yaitu sebagai sarana pendukung (back up) laboratorium teknik bantu reproduksi, simpan beku sperma diperlukan keberadaannya11.
Dalam proses simpan beku sperma, perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain faktor laju perubahan suhu saat proses bekuan dan pencairan (thawing) serta konsentrasi cryoprotectant yang digunakan sehingga didapatkan tuaian normal. Cara pembekuan dilakukan perlahan-lahan dengan kecepatan penurunan suhu 10C per menit. Dengan demikian, spermatozoa akan mengalami proses eksoosmosis, yaitu keluarnya air intraseluler sampai terjadinya keseimbangan potensial kimia antara intraseluler dan ekstraseluler. Keluarnya air intraseluler menyebabkan peningkatan konsentrasi solut infra seluler dan menghindarkan toksik efek karena pembentukan es dalam sel. Berkaitan dengan hal tersebut, pada proses pembekuan perlu diperhatikan rentang suhu kritis, yaitu antara –40C sampai –600C. Di sini menggunakan cryoprotectant yang berfungsi memberikan proteksi spermatozoa terhadap suhu rendah sehingga kerusakan sel dapat dihindarkan. Adapun komponen utama cryoprotectant adalah gliserol yang mekanisme proteksinya adalah sebagai berikut: (1) menurunkan titik beku solut intraseluler; (2) interaksi dengan membran sel yang menyebabkan perubahan dari relatif cair menjadi kaku selama pembekuan; serta (3) mencegah terjadinya perubahan konsentrasi elektrolit intrasel dan ekstrasel dengan cara mengikat elektrolit dan sebagian air. Karena itu, konsentrasi tertentu dari gliserol, yaitu 7%, memberikan hasil yang terbaik. Digunakan thawing yang merupakan salah satu tahapan pekerjaan simpan beku, yaitu pengambilan sampel di mana terdapat peleburan dari kondisi beku menuju cair. Sampel sperma beku relatif toleran terhadap perubahan suhu saat thawing, bisa dengan kecepatan perubahan suhu 150C per menit. Yang perlu diperhatikan adalah suhu kritis saat thawing, yaitu antara –700C sampai –200C11. Setelah pencairan sperma, diperlukan analisis sperma untuk evaluasi jumlah dan viabilitasnya.

Analisa sperma merupakan salah satu pemeriksaan awal yang dilakukan pada kasus infertilitas (susah dapat anak). Masalah sperma (semen) terdapat pada lebih dari 1/3 pasangan infertil.

Pada saat dilakukan analisa, hal2 berikut diperiksa : volume, waktu mencairnya, jumlah sel sperma per mililiter, gerakan sperma, PH, jumlah sel darah putih dan kadar fruktosanya (gula). Hasil anlisa sperma bisa menetukan apakah : ada masalah reproduksi (infertilitas), vasektomi berhasil dan apakah reversal (menyambung kembali) vasektomi berhasil.

Sebelum dilakukan pengambilan sampel sperma (semen) harus melakukan abstinen/tidak mengeluarkan sperma/ ejakulasi 2 - 5 hari sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sperma dalam kondisi paling oke. Jangan kelamaan, karena jika sampai 1-2 minggu maka justru sperma jadi kurang aktif. Di samping itu juga harus menghindari konsumsi alkohol.

Sample diambil tentunya dengan cara ejakulasi. Bisa dilakukan di lab atau di rumah / tempat lain dan membawanya dalam waktu tertentu ke lab. Cara paling sering adalah dengan masturbasi dan ditampung ke dalam wadah sampel. Cara lain adalah dengan senggama terputus (coitus interruptus), saat akan ejakulasi, P dicabut dan di arahkan ke wadah sampel. Sedangkan cara lainnya adalah dengan sampling dengan kondom (lewat senggama), dengan catatan kondom khusus. (kondom biasa harus di cuci dulu agar lubrikannya gak membunuh sperma)

Jika sampel diambil dirumah, maka sudah harus sampai di lab dalam waktu satu jam. Hindari sampel dari terkena sinar matahari langsung dan jangan terlalu panas/terlalu dingin. Jika udara dingin (di barat sono), simpan wadah penampungnya menempel di tubuh(dalam kantung jaket dll agar hangat). Jangan masukkanb kedalam lemari es. Agar hasil pemeriksaan lebih oke, dialkukan analisa 2-3 kali dengan hari yang berbeda dalam waktu 3 bulan.

Nilai normalnya bervariasi :

Volume Normal: minmal 2 mL - 6,5 mL per ejakulasi
Abnormal: Volume yang rendah atau bahkan yang berlebih dapat menyebabkan masalah kesuburan
Waktu mencair Normal: Kurang dari 60 menit
Abnormal: Masa mencair yang lama bisa merupakan tanda infeksi.
Jumlah sperma Normal: 20–150 juta per mL
Abnormal: Jumlah yang rendah kadang masih bisa menghasilkan keturunan secara normal.
Bnetuk sperma Normal: Minimal 70% memiliki bentuk dan struktur normal.
Abnormal: Sperma yang gak normal bentuknya kurang daru 15 % disebut Teratozoopsermia. Ini juga mempersulit kehamilan.
Gerakan sperma Normal: Minimal 60% sperma bergerak maju ke depan atau minimal 8 juta sperma per-mL bergerak normal maju ke depan.
Abnormal: Jika sebagian besar geraknya tidak normal akan menyebabkan masalah fertilitas.
pH Normal: Semen pH of 7.1–8.0
Abnormal: An abnormally high or low semen pH can kill sperm or affect their ability to move or to penetrate an egg.
Sel darah putih Normal: Tidak ada sel darah putih atau bakteri.
Abnormal: Bakteri dan sel darah putih yg banyak menunjukkan adanya infeksi.
Kadar fruktosa Normal: 300 mg per 100 mL ejakulat
Abnormal: Tidak adanya fruktosa memperlihatkan tidak adanya veikuls seminalis atau blokade pada organ ini.

Jika ditemukan jumlah sperma yang rendah atau tingginya abnormalitas, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pengukuran kadar hormon: testosteron, luteinizing hormone (LH), follicle-stimulating hormone (FSH), atau hormon prolaktin. Juga dilakukan biopsi testis (zakar) dalam kondisi yang sangat ekstrim (steril misalnya).

Faktor2 yang bisa mempengaruhi akurasi pemeriksaan :
• Obat2an (Cimetidine, sulfasalazine, nitrofurantoin)
• Kafein, alkohol, kokain, marijuana, dan merokok.
• Herbal seperti dosis tinggi echinacea.
• Sampel dingin/panas.
• Terkena radiasi .
• Tidak terkumpul sempurna (terbaik dengan masturbasi).
• Terlalau alam abstinen.


sumber: http://www.drdidispog.com/2009/06/analisis-sperma.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar